BARANGSIAPA MENGANDALKAN ALLAH DIA BENAR KUAT DAN TERCUKUPI
Nabi s.a.w bersabda: “Niat sesaorang mukmin lebih baik dari amal perbuatannya” Oleh sebab itu, niat itu mendapat pahala tanpa amal, sedangkan amal tanpa niat tidak ada pahalanya

Senin, Februari 27

bilamana ahli makrifat

bilamana ahli makrifat menyatakan LAA ILAHA ILALLAH dia menemukan secara hakiki, tidak hana kiasan, bahwa tiada sesuatu pun selain Allah. maka janganlah puas hanya dengan mengucapkan kalimat yang mulia ini hanya dilidah saja. yang pokok adalah mengenal Tuhan sebagai mana adanya DIA. Tuhan ada sebagaimana dulu ada, ketahuilah ini agar kita terlepas dari belenggu penafian [peniadaan] sehimgga apabila kita mengatakan ALLAH ALLAH ... maka kita akan mengetahui hakikinya yang kita ucapkan

Rosul perantara alam

ROSULULLOH SAW sungguh merupakan perantaraan antara alam yang fana dan Yang Kekal, karena tanpa dia kemaujudan tidak ada artinya: karena jika alam yang fana berjumpa dengan Alam Kekal, maka alam fana akan lenyap/hancur dan Alam Kekal tetaplah Kekal

ALLAHU AHAD

kebenaran yang harus di yakini tentang Tuhan adalah ke-esaan-NYA dalam Dzat, Sifat dan Tindakan, karena DIA tidaklah terdiri atas bagian2 dan tidak pula majemuk

Kamis, Februari 23

mengabaikan keberadaan Tuhan

salah satu tanda2 kemunafikan adalah saat di hadapan orang banyak amalnya lebih baik daripada saat sendirian...
maka sungguh dia telah mengabaikan keberadaan Tuhan

kegagalan

Kegagalan memperoleh apa yang dihajatkan bukan bermakna tidak mendapat rahmat Allah s.w.t. Apa juga yang Allah s.w.t lakukan kepada orang yang beriman pasti terdapat rahmat-Nya, walaupun dalam soal tidak menyampaikan hajatnya. Keyakinan terhadap yang demikian menjadikan orang yang beriman tabah menghadapi ujian hidup, tidak sekali-kali berputus asa. Mereka yakin bahwa apabila mereka sandarkan segala perkara kepada Allah s.w.t, maka amal kebaikan yang mereka lakukan tidak akan menjadi sia-sia.

7 nasehat


· Orang yang banyak bicaranya janganlah kamu harapkan  kesadaran hatinya.

· Orang yang banyak makan janganlah kamu harapkan kata-kata hikmah darinya.

· Orang yang banyak bergaul dengan manusia janganlah kamu harapkan  kemanisan ibadahnya.

· Orang yang cinta kepada dunia janganlah kamu harapkan khusnul khatimahnya.

· Orang yang bodoh janganlah kamu harapkan  akan hidup hatinya.

· Orang yang memilih berkawan dengan orang yang zalim janganlah kamu harapkan kelurusan agamanya.

· Orang yang mencari keredhaan manusia janganlah harapkan akan keridhaan Allah daripadanya."

Senin, Februari 20

ada sesuatu dosa atau bala'

ada sesuatu dosa atau bala' yang kadang tak bisa di hilangkan dengan sholat, puasa, zakat dan ibadah haji/umrah akan tetapi bisa di ampuni/hilang karena kesusahan/sempit dalam mencari rezeki.

ihsan

menyaksikan kehadiran Tuhannya. Kehadiran Tuhan yang dialami oleh hati itu diistilahkan sebagai Hadrat Ilahi. Hamba-hamba yang ikhlas dengan Allah s.w.t, yang telah sucikan, dikaruniakan makam ihsan, yaitu menyaksikan Hadrat Tuhan atau merasakan kehadiran-Nya. Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud: “Sembahlah Tuhanmu seolah-olah kamu melihat-Nya. Sekalipun kamu tidak melihat-Nya, ketahuilah Dia melihat kamu”.  Hamba-hamba yang ikhlas dan disucikan menyembah Allah s.w.t dalam keadaan hati mereka merasakan kehadiran Allah s.w.t. Suasana hati yang demikian dikatakan hati menyaksikan Hadrat Ilahi. Itulah ihsan.

wilayah TUHAN

jagalah adab kita di hadapanNYA jangan pernah memasuki wilayah TUHAN
agar kita tak di binasakan oleh JAMAL & JALAL NYA

Jumat, Februari 17

Berpaling kepada Allah

Berpaling kepada Allah Tak Hanya di Saat Sulit, tetapi dalam Setiap Detik Kehidupan

Selama hidupnya, sebagian orang telah gagal merenungkan tentang Allah yang telah menciptakan mereka dan yang telah mencurahkan keberkahan dunia kepada mereka. Sebagaimana segala sesuatu terungkap dalam kehidupan, mereka cederung melupakan bahwa mereka sebenarnya merupakan makhluk yang lemah dan membutuhkan kasih sayang Allah. Allah adalah satu-satunya kekuatan yang dapat memastikan keberkahan-keberkahan itu dan mengatur segalanya.

Akan tetapi, kenyataan bahwa mereka begitu ceroboh bukanlah berdasar pada keingkaran mereka, melainkan lebih kepada kenyataan bahwa mereka benar-benar tidak bersyukur dan sombong kepada Allah. Bukti yang paling jelas adalah bahwa mereka selalu berpaling kepada Allah dan segera memohon bantuan-Nya saat mereka menghadapi penderitaan atau kesulitan. Mereka yang sebelumnya mengingkari Allah, tiba-tiba mulai beribadah kepada-Nya dan menjadi hambanya yang beriman dan penuh pengabdian.

Allah berkata benar dalam ayat,

"Dan apabila manusia disentuh oleh suatu bahaya, mereka menyeru Tuhannya dengan kembali bertobat kepada-Nya, kemudian apabila Tuhan merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat dari-Nya, tiba-tiba sebagian dari mereka mempersekutukan Tuhannya, sehingga mereka mengingkari akan rahmat yang telah Kami berikan kepada mereka. Maka bersenang-senanglah kamu sekalian kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu)." (ar-Ruum [30]: 33-34)

Sebagaimana disebutkan dalam ayat ini, sesaat mereka membelakangi Allah bukan karena mereka tidak menyadari kekuasaan Allah atau karena tidak mampu memahami bahwa mereka harus menyembah Allah, tetapi karena mereka sombong. Mereka lupa bagaimana seharusnya mereka berlabuh kepada Allah serta memohon pertolongan-Nya dengan tulus dan penuh harap. Mereka kemudian segera kembali kepada keingkaran setelah Allah mencabut kesulitan mereka. Dengan kata lain, mereka berbuat dengan tulus ikhlas hanya saat menghadapi masalah, tetapi mereka tidak ikhlas ketika masalah itu dicabut oleh Allah. Al-Qur`an memberikan contoh orang-orang yang demikian,

"Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdo'a kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata), 'Sesungguhnya, jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.' Maka setelah Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kamilah kembalimu, lalu kami kebarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (Yunus [10]: 22-23)

Sekali saja mereka dapat mengambil bentuk tingkah laku yang lebih tulus jika mereka mau berjanji bahwa mereka akan benar-benar menjadi mukmin sejati, Allah segera menolong mereka. Akan tetapi, setelah mereka mendapatkan pertolongan Allah, mereka berpaling dari-Nya. Allah menyatakan bahwa kedurhakaan ini akan menghancurkan mereka. Ia memberi peringatan kepada mereka akan nasib yang akan mereka terima.

Orang-orang yang suci hatinya, mereka berpaling kepada Allah dengan hati yang terbuka, tak ada perbedaan di dalam sikap dan tingkah laku mereka, baik di waktu sulit maupun lapang. Hal ini karena mereka menyadari sepenuhnya akan kekuatan absolut Allah. Mereka selalu hidup dengan rasa takut dan mengabdi kepada Allah dengan pengabdian sepenuh hati yang tak terbagi. Allah menyatakan bahwa di hari akhir nanti, tidaklah sama balasannya antara orang-orang yang berbuat sesuatu dengan tulus hanya saat mereka menghadapi kesulitan dan orang-orang menyucikan dirinya serta berjuang sepanjang hidup mereka. Mukmin sejati akan dibalas dengan surga, sedangkan yang lainnya akan dihukum dengan neraka. Ayat berikut terkait dengan hal ini.

"Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah di akan kemudharatan yang pernah dia berdo'a (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah, "Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka.' (Apakah kamu, hai orang musyrik, yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, 'Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?' Sesungguhnya, orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (az-Zumar [39]: 8-9)

Membebaskan Diri

Membebaskan Diri dari Perkataan Orang Lain dan Hanya Mencari Ridha Allah

Dalam sebuah karyanya tentang keikhlasan, Badiuzzaman Said Nursi menggarisbawahi pentingnya membersihkan diri dari kebutuhan untuk menerima dari orang lain dan berpaling hanya untuk mendapatkan ridha Allah, "Engkau harus mencari keridhaan Ilahiah dalam setiap tindakan. Jika Allah Yang Mahakuasa merasa ridha, tidak ada pentingnya seluruh dunia ini disenangkan. Jika Allah menerima sebuah perbuatan dan manusia menolak, tak ada pengaruh baginya. Sekali keridhaan Allah diraih dan Dia menerima perbuatan kita-bahkan tanpa kita minta kepada-Nya-Allah dan kebijaksanaan-Nya akan menginginkannya. Allah akan membuat orang lain juga menerimanya. Ia akan membuat mereka ridha terhadap perbuatan tersebut. Karena itulah, tujuan satu-satunya dalam penghambaan ini adalah untuk mencari keridhaan Tuhan." 13 Contoh ini adalah konsekuensi dalam memahami arti keikhlasan. Ditekankan bahwa sekali Allah ridha, tidak ada sesuatu pun di seluruh dunia ini yang akan berpaling darimu. Selain itu, Allah juga mengendalikan hati-hati mereka. Jika Allah berkenan, Dia akan membuat mereka semua ridha kepadamu.

Di sisi lain, jika Allah tidak memberikan ridha-Nya, tidak penting apakah seluruh isi bumi in memberikan segala milik mereka. Setiap mukmin sejati memahami dengan pasti bahwa jika ia hanya mendapatkan ridha manusia, tiadalah artinya semua itu di hadapan Allah dan ia tidak akan mendapatkan apa-apa untuk bekalnya di hari kemudian kecuali Allah menginginkan sebaliknya. Mereka yang telah meridhai mungkin banyak jumlahnya, kekayaannya, ataupun kekuasaannya. Akan tetapi, semua itu lemah dan hanya didapatkan dengan seizin Allah. Suatu saat, semua itu akan kehilangan kekuatannya setelah membusuk di perut bumi. Karena itulah, dukungan jumlah yang besar tidak akan berarti di hari akhir. Hanya Allah yang abadi dan patut kita mintai keridhaan-Nya. Hanya dengan memahami kebenaran ini, seseorang bisa mendapatkan pemahaman keikhlasan yang abadi. Ia harus menuju keridhaan Allah dengan membebaskan dirinya dari persepsi orang lain. Di dalam Al-Qur`an, Allah menjelaskan hal ini dengan perumpamaan,

"Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laku-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. Sesungguhnya, kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)." (az-Zumar [39]: 29-30)

Di dalam Al-Qur`an, mencari keridhaan selain kepada Allah disebut syirik atau mempersekutukan Allah. Dalam ayat yang disebutkan di atas, Allah membandingkan orang yang mencari ridha manusia dan mempersekutukan Allah sebagai budak yang dimiliki oleh beberapa sekutu dalam perselisihan satu sama lain. Ia pun membandingkan keimanan seseorang yang teguh mengabdi kepada-Nya sebagai budak yang sepenuhnya dikuasai oleh seseorang. Allah mengingatkan kita bahwa semua makhluk selain Allah pasti akan mati pada akhirnya. Jadi, Dia mengajak manusia untuk memikirkan pentingnya mencari hanya keridhaan-Nya.

Karena itu, seseorang harus mengevaluasi dirinya dengan tulus ihklas tanpa membiarkan nafsu rendahnya menipu dirinya. Salah satu kecenderungan yang paling kuat dari nafsu rendahnya adalah keinginan untuk mendapatkan ridha dari orang lain, sebagaimana bertentangan dengan ajaran moral Al-Qur`an. Jika tidak, banyak orang yang melakukan sesuatu bukan karena mereka menyukainya atau karena kebutuhan, melainkan supaya mereka dihargai oleh kelompoknya. Dengan kata lain, mereka berusaha untuk meningkatkan status mereka di masyarakat. Karena itu, tujuan hidup utama mereka adalah ingin mendapat keridhaan orang lain.

Sebagian dari Anda pasti sering mendengar perkataan orang-orang, "Apa kata orang nanti?", "Bagaimana kita menjelaskannya kepada orang lain nanti?", "Kita bisa menjadi bahan tertawaan di masyarakat," atau "Kita tidak akan bisa pergi ke tempat umum lagi karena malu."

Secara umum, reaksi-reaksi ini terlalu mementingkan apa yang dikatakan dan dipikirkan orang lain. Terkadang orang merasakan kepedihan dalam hati nuraninya, bukan karena mereka melakukan kesalahan, tetapi karena orang lain mengetahui hal itu. Bagaimanapun juga, jika suatu kesalahan dilakukan dan pada kenyataannya Allah mengetahui hal tersebut, barulah menjadi masalah yang besar. Sekali lagi, seseorang harus berpaling hanya kepada Allah untuk bertobat ketika ia tidak merasa bertanggung jawab kepada Allah atas sebuah kesalahan, tetapi merasa malu di depan orang lain. Jelaslah, ia lebih mementingkan ridha manusia daripada ridha Allah. Ketika berada di luar, sebagian orang gagal melaksanakan tugas agama seperti saat berada di rumah. Terlalu berlebihan terhadap anggapan orang lain membuatnya memilih untuk mendapatkan keridhaan orang lain daripada keridhaan Allah.

Tingkah laku mereka berbeda saat mendatangi daerah tepi pantai atau lingkungan tempat tinggal orang yang lebih kaya. Akhlaq mereka juga berbeda saat mereka bersama-sama dengan sesama muslim dan saat mereka mengunjungi kota-kota atau orang-orang lain (nonmuslim). Dari waktu ke waktu, terbawa oleh pola pikir demikian, mereka bahkan menolak untuk memperhatikan ibadahnya kepada Allah. Bagaimanapun juga, seseorang yang ikhlas tidak pernah bersikap demikian. Ke mana pun ia pergi atau siapa pun yang ia lihat, ia tetap berkomitmen dalam pengabdiaannya karena rasa takut kepada Allah. Al-Qur`an menyatakan bahwa tidak ada kondisi atau situasi yang dapat memengaruhi pemikiran para mukmin sejati,

"Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang." (an-Nuur [24]: 37)

Jadi, setiap orang beriman yang berharap untuk mendapatkan keikhlasan, harus membebaskan dirinya dengan sempurna dari kekhawatiran terhadap apa yang akan dikatakan orang lain. Kekhawatiran ini mengakar dalam komunitas masyarakat yang bodoh. Jadi, seseorang tidak akan pernah dapat berbuat ikhlas dengan murni selama ia membutuhkan pengakuan dari orang lain.

Seseorang harus selalu ikhlas dalam niatnya dan dengan murni mencari keridhaan Allah untuk mendapatkan keikhlasan. Kenyataan bahwa orang lain memberikan kerelaan padanya, tidaklah bermanfat baginya kecuali Allah merelakannya juga. Adapun orang yang mendapatkan keridhaan, bantuan, cinta, dan pengakuan Allah, ia telah mendapatkan bantuan yang bisa didapatkan oleh semua orang. Jika ia berlaku ikhlas, Allah akan membuatnya mampu menjalani keidupan yang paling baik di dunia dan di akhirat. Allah memberikan fasilitas-fasilitas yang mendukung, yang tidak didapatkan dari manusia, serta menganugerahinya persahabatan yang tidak dapat dibandingkan dengan persahabatan dengan manusia. Dalam salah satu karyanya, Badiuzzaman Said Nursi juga menegaskan,

"... Keridhaan Allah sudahlah cukup. Jika Dia menjadi kekasihmu, semuanya akan menjadi kekasihmu. Jika Dia bukan kekasihmu, pujian dari seluruh bumi tidaklah berarti. Kerelaan dan keridhaan manusia jika dicari melalui perbuatan duniawi lainnya, akan menggagalkan perbuatan tersebut. Jika mereka tergoda, kemurnian itu akan hilang." 14

"Hai jiwa yang rendah, jika engkau mendapatkan ridha Tuhanmu dengan kasih dan pengabdianmu, cukuplah hal itu bagimu dan tidak perlu lagi mencari ridha manusia. Jika manusia setuju dan menerima kepentingan Allah, hal itu adalah baik. Jika mereka melakukan sesuatu untuk mendapatkan keberkahan dunia, hal itu sama sekali tak ada nilainya. Karena mereka adalah hamba-hamba yang lemah, sepertimu. Memilih pilihan kedua di atas berarti kemusyrikan. Jika seseorang melakukan suatu pekerjaan untuk sultan, hal itu harus diselesaikan. Jika tidak, akan muncul banyak masalah dan situasi yang sulit. Dalam hal ini, izin sultan adalah kewajiban. Dan izin ini bergantung pada keridhaannya."

Tidak Takut


Tidak Takut kepada Siapa Pun kecuali Allah

Salah satu tanggung jawab setiap mukmin adalah menyadari kebenaran yang ada di dalam ayat berikut. Selain itu, mereka bertanggung jawab untuk mencapai tingkatan iman yang cukup untuk "takut kepada Allah dengan rasa takut yang patut kepada-Nya".

"Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Tuhan dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan." (az-Zumar [39]: 67)

Allah dapat dimuliakan jika seluruh sifat-Nya diketahui dengan baik dan wahyu-wahyu dari sifat-sifat tersebut tampak dan dipahami dalam setiap detik yang diberikan-Nya. Seseorang dapat merasa takut kepada Allah dan menahan dirinya, dan dengan demikian ia mendapatkan keimanan yang tulus, jika ia benar-benar memahami keluasan kebesaran-Nya.

Seseorang harus menyadari kebenaran bahwa tidak ada kekuatan yang lebih besar dari Allah, agar ia dapat memuliakan-Nya dengan sepatutnya. Mereka yang gagal menghargai Allah dengan sepatutnya, telah tertipu oleh kulit luar kehidupan dunia dan mendasarkan kehidupan mereka di atas tipuan ini. Mereka cenderung menghargainya dengan uang, kehormatan, dan kekuasaan yang mereka kira penting menurut nilai-nilai duniawi. Mereka cenderung untuk menegaskan nilai diri mereka dan salah mengartikannya sebagai manusia yang memiliki kekuatan dan status, dengan kemampuan untuk mengendalikan orang lain dan kehidupan. Karena itulah, mereka berusaha untuk mendapatkan cinta dan penghargaan dari orang lain. Mereka menghindari kegusaraan diri mereka dan takut menjadi sasaran dari bahaya yang mungkin mengenai mereka.

Jika Anda bertanya kepada mereka tentang iman mereka, sebagian mereka mengatakan bahwa mereka memiliki keimanan kepada Allah. Akan tetapi, orang-orang tersebut yang mengklaim bahwa mereka mengetahui dan mengakui Allah, cenderung menuhankan apa-apa yang mereka takuti sebagai sesuatu yang terlepas dari Allah. Pemikiran yang demikian menimpa keikhlasan ibadah mereka. Bahkan, membawa mereka untuk bersikap demikian demi untuk mendapatkan ridha orang lain tersebut bahwa mereka begitu terhormat dan dipuja-puja.

Walaupun demikian, tidak ada kekuatan lain yang dapat memberikan kebaikan atau keburukan kepada manusia tanpa seizing Allah. Di dalam ayat-ayat Al-Qur`an, Allah mengatakan hal ini,

"Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, 'Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?', niscaya mereka menjawab, 'Allah.' Katakanlah, 'Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?' Katakanlah, 'Cukuplah Allah bagiku.' Kepada-Nyalah bertawakal orang-orang yang berserah diri." (az-Zumar [39]: 38)

"... Katakanlah, 'Maka sipakah (gerangan) yang dapat menghalang-menghalangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.'" (al-Fat-h [48]: 11)

Untuk menguatkan kebenaran ini, Allah mengingatkan manusia untuk tidak takut kepada apa pun selain Dia,

"... Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk." (al-Baqarah [2]: 150)

Tingkatan ajaran moral yang membantu seseorang untuk mendapatkan keimanan dan keikhlasan yang murni ini dapat dipelajari dari diri para nabi. Dalam Al-Qur`an telah ditekankan bahwa para nabi tidak takut kepada apa pun kecuali Allah. Ayat berikut menggarisbawahi fakta ini.

"Yaitu orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan." (al-Ahzab [33]: 39)

Setiap manusia yang berhasil memberikan hak Allah akan mengetahui bahwa tidak ada kekuatan lain selain Allah dan ia tidak pernah takut kepada siapa pun kecuali Dia. Ia juga mengetahui bahwa tidak ada satu pun peristiwa yang terjadi tanpa seizin-Nya. Pemahaman ini membuat ia terus-menerus menyembah Allah dengan cara yang murni, tulus, dan bersih. Jika ia melakukan perbuatan baik, ia melakukannya bukan karena takut akan reaksi orang lain, melainkan karena ia akan gagal memenuhi perintah Allah jika ia tidak tulus. Demikian pula, ia melakukan perbuatan atau bersikap apa pun, bukan karena ia akan dihadapkan pada kemarahan orang lain, melainkan karena ia ingin mendapatkan kasih sayang Allah dan menghindari hukuman-Nya.

Sebagai contoh, ketika orang yang bekerja pada sebuah kantor diminta menyumbang untuk sebuah yayasan amal, sebagian orang akan melihat kesempatan tersebut sebagai kewajiban moral Al-Qur`an dan mereka menyumbang secara murni karena takut kepada Allah. Sementara itu, orang lain yang akan menyumbangkan uang berpikir bahwa teman-temannya mungkin akan berkata, "Betapa pelitnya dia!", atau jika ia tidak menyumbang, "ia satu-satunya orang yang tidak menyumbang!," atau, "ia mungkin tidak punya uang." Mereka merasa terpaksa melakukannya karena mereka tidak ingin disangka negatif oleh orang lain. Sudah pasti, balasan terhadap amal orang tersebut di hadapan Allah akan sangat jauh dari balasan terhadap amal orang-orang yang ikhlas. Mereka telah menodai keikhlasan mereka dan telah menyimpang dari ajaran moral Al-Qur`an. Bagaimanapun juga, mereka yang berbuat sesuatu karena takut kepada Allah, berharap untuk dibalas hanya oleh-Nya.

Perbedaan antara mereka yang takut kepada Allah dan mereka yang takut kepada selain-Nya dapat dilihat pada saat kondisi yang tidak menguntungkan. Sebagai contoh, mari kita perhatikan seseorang yang biasa memanfaatkan keuntungan yang tidak adil di kantornya. Orang tersebut tetap tidak menggubris ketika diingatkan bahwa perbuatannya tidak akan diterima oleh Allah, tetapi ia akan segera berhenti berbuat demikian jika ia diingatkan bahwa perbuatan amoralnya itu akan terlihat oleh rekan dan kerabatnya. Walaupun demikian, ia selalu memiliki kesempatan untuk dapat membuat perubahan terhadap apa yang dilakukannya. Jika ia menyesali dengan tulus dan mengoreksi cara berpikirnya, ia mungkin bisa ikhlas melakukan sesuatu. Penting bagi setiap orang yang ingin berbuat ikhlas untuk memperhatikan cara yang benar sebagaimana contoh-contoh ini. Kami telah memberikan macam-macam kondisi yang biasanya kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, ia harus memantau dirinya sendiri. Jika ia takut kepada makhluk selain Allah, ia harus membersihkan dirinya dari rasa takut tersebut jika ia ingin mencapai keikhlasan.

Senin, Februari 13

Di dalam sirrun ada "Aku".

dengan firman Allah SWT dalam hadist qudsi:
"Aku jadikan pada tubuh anak Adam (manusia) itu qasrun (istana), di situ ada sadrun (dada), di dalam dada itu ada qalbu (tempat bolak balik ingatan), di dalamnya ada lagi fu'ad (jujur ingatannya), di dalamnya pula ada syagaf (kerinduan), di dalamnya lagi ada lubbun (merasa terialu rindu), dan di dalam lubbun ada sirrun (mesra), sedangkan di dalam sirrun ada "Aku".