BARANGSIAPA MENGANDALKAN ALLAH DIA BENAR KUAT DAN TERCUKUPI
Nabi s.a.w bersabda: “Niat sesaorang mukmin lebih baik dari amal perbuatannya” Oleh sebab itu, niat itu mendapat pahala tanpa amal, sedangkan amal tanpa niat tidak ada pahalanya

Selasa, Desember 14

MUTIARA HIKMAH

Mawlana Syaikh Nazim Adil
“Yang lebih penting daripada ilmu ialah pemindahan
ilmu tersebut dari hati ke hati “
“Kita tidak minta untuk dikenali dan menjadi sesuatu,
karena selagi kita menginginkannya, maka kita masih
belum lagi sempurna”
“KedaulatanNya adalah Melalui KekekalanNya”
“Perjumpaan dengan para awliya meringankan beban kita
dan kita akan merasa ringan dan gembira” , “Adalah
mustahil untuk kita memahami diri kita.
Sekurang-kurangnya kita perlu melihat cermin, karena
tiada siapapun yang dapat mengenali kepincangan di
dalam dirinya “
Saya tidak berkata, “Ikut saya,” karena saya tahu
siapa yang akan ikut bersama saya di Mahsyar kelak “
“Keikhlasan dan Politik tidaklah serasi sebagaimana
Iman dan Penipuan “
“Sudah menjadi suatu aturan yang disepakati di antara
Rijal-Allah, Para Kekasih Allah, bahwa keragaman jalan
ini adalah diperuntukkan bagi mereka yang belum
terhubungkan dan mereka yang belum mencapai akhir
perjalanan, dan belum mendapatkan ‘amanat’-nya,
sementara mereka yang telah mawsul (“sampai”) semua
berada pada satu jalan dan dalam satu lingkaran dan
mereka saling mengetahui dan mencintai satu sama
lain”.
“ Mereka akan berada di mimbar-mimbar cahaya di Hari
Kebangkitan. Karena itu, kita, para Murid dari
jalan-jalan Tariqah mestilah pula saling mengetahui,
mengenal dan mencintai satu sama lain demi keridhaan
Allah dan Nabi-Nya serta para Kekasih-Nya agar diri
kita mampu memasuki cahaya penuh barakah tersebut dan
masuk dalam lingkaran tertinggi dari suhbah
persahabatan dan jama’ah, jauh dari furqa (perpecahan)
dan keangkuhan”.
“Kita telah diperintahkan untuk mencintai orang-orang
suci. Mereka adalah para Nabi, dan setelah para Nabi,
adalah para pewaris mereka, Awliya’. Kita telah
diperintahkan untuk beriman pada para Nabi, dan iman
memberikan pada diri kita Cinta”.
“Cinta membuat manusia untuk mengikuti ia yang
dicintai. Ittiba’ bermakna untuk mencintai dan
mengikuti, sementara Ittaat’ bermakna [hanya] untuk
mengikuti”. “Seseorang yang taat mungkin saja mereka
taat karena paksaan atau karena cinta, tapi tidaklah
selalu karena cinta.”
“ Allah Ta’ala menginginkan hamba-hamba- Nya untuk
mencintai-Nya. Dan para hamba tidaklah mampu menggapai
secara langsung cinta atas Tuhan mereka. Karena
itulah, Allah Ta’ala mengutus, sebagai utusan dari
Diri-Nya, para Nabi yang mewakili-Nya di antara para
hamba-Nya. “Dan setiap orang yang mencintai Para
Nabi, melalui AwliyaNya maka mereka akan menggapai
cinta para Nabi. Dan melalui cinta para Nabi, kalian
akan menggapai cinta Allah Ta’ala.”
“Karena itu, tanpa cinta, seseorang tak mungkin dapat
menjadi orang yang dicintai dalam Hadirat Ilahi. Jika
kalian tak memberikan cinta kalian, bagaimana Allah
Ta’ala akan mencintai kalian?” “Namun manusia kini
sudah seperti kayu kering, mereka menyangkal cinta.
Mereka adalah orang-orang yang kering tak ada
kehidupan! Suatu pohon, dengan cinta, bersemi dan
berbunga di kala musim semi”.
“Tetapi kayu yang telah kering, bahkan seandainya
tujuh puluh kali musim semi mendatanginya, mereka tak
akan pernah berbunga. Cinta membuat alam ini terbuka
dan memberikan buah-buahannya, memberikan keindahannya
bagi manusia. Tanpa cinta, ia tak akan pernah terbuka,
tak akan pernah berbunga, tak akan pernah memberikan
buahnya.”
“Jadi Cinta adalah pilar utama paling penting dari
Iman. Tanpa Cinta, tak akan ada Iman. Saya dapat
berbicara tentang hal ini hingga tahun depan, tapi
kalian harus mengerti, dari setetes, sebuah samudera!”

Senin, Desember 13

Uraian kata-kata dalam Basmalah

1. Huruf "Ba"
Huruf "Ba" pada Basmalah yang dibaca "Bi" didalam tata bahasa Arab dinamakan huruf Jar / khofadh yang mempunyai Ta'alluk (hubungan) dengan kata tersirat sebelumnya.Huruf Ba Jar / khofadh pada kalimat Basmalah mempunyai dua arti tersirat :
- Arti Mushahabah (Beserta): jika kita membaca Basmalah maka secara otomatis tersirat arti pekerjaan yang kita lakukan disertai oleh Basmalah.
- Arti Istianah (Mohon pertolongan): jika kita membaca Basmalah maka secara otomatis tersirat arti mohon pertolongan kepada Allah dengan perantara Basmalah dalam pekerjaan yang kita kerjakan.
Menurut uraian Hikmah huruf Ba dalam Basmalah adalah singkatan dari kata-kata tersebut ini :
- Ba singkatan dari kata "Bir" artinya kebaikan Basmalah beserta ruh-ruh manusia dengan Ilham kenabian dan kerasulan atau artinya kebaikan basmalah untuk orang Arifin.
- Ba singkatan dari kata "Baqa" artinya kekal Allah dan Al Qur'an.
Huruf Ba adalah huruf yang pertama kali diucapkan oleh manusia keturunan Adam seperti dalam (QS.Al A'raf :171). Ketika manusia diperintahkan bersaksi oleh Allah : "Bukankah Aku adalah Tuhan kamu". Maka mereka menjawab : "Balaa" artinya "Ya kami bersaksi".
2. Kata "Isim"
Kata Isim jika dihubungkan dengan huruf Ba maka dibaca "Bismi" seperti dalam (QS.Al Alaq:1) dan (QS.Hud:41). Kata Isim berasal dari kata "Sumuw" artinya "tinggi", nama untuk yang Maha Tinggi Allah atau berasal dari kata "Wasam" artinya tanda/ciri, nama sebagai tanda/ciri ketuhanan Allah, karena kata Isim khusus untuk sebutan zat Allah tidak pada sifatnya .
Dalam uraian Hikmah kata Isim mempunyai tiga uraian:
1. Isim singkatan dari kata "Sir" artinya rahasia Basmalah dan "Mim" singkatan dari kata "Muntaha" artinya "akhir dari perjalanan orang yang Arif".
2. Isim singkatan dari kata "Salamah" artinya "keselamatan" dan "Mim" singkatan dari kata "Mahabbah" artinya "kecintaan".
3. Isim singkatan dari kata "Sina" artinya "kebaikan" dan "Mim" singkatan dari kata "Malk" artinya "kerajaan Allah".
3. Lafadz "Allah"
Lafadz Allah berasal dari kata "Al-ilah" yang artinya "Tuhan", setelah dibuang huruf Hamzahnya dan di-Idgomkan huruf Lamnya maka kata "Al-ilah" menjadi lafadz "Allah" yang artinya Tuhan yang berhak disembah dan mempunyai sifat sempurna Maha Suci Allah dari segala sekutunya dan sifat kekurangan.
Lafadz Allah adalah nama zat yang sangat agung mencakup segala Asmaul Husna dan sifat-sifat maha tinggi lain-Nya.Ibnu Abbas berkata : "Allah dipertuhankan oleh segala sesuatu dan disembah oleh semua makhluk. Allah mempunyai segala sifat ketuhanan dan sifat Ubudiyyah atas semua makhlukNya "Sifat ketuhanan dan sifat Ubudiyyah adalah peribadatan sedangkan Tuhan adalah yang berhak disembah. "Allah adalah disembah dan Dia tidak menyembah".
Nabi Isa diserahkan Al-kitab oleh Ibunya Siti Maryam agar dipelajarinya, maka berkata seorang guru kepada Nabi Isa : "Tulislah lafadz Basmalah", kemudian Nabi Isa bertanya kembali : "Apakah engkau tahu siapa itu Allah? "Beliau menjawab sendiri : "Allah adalah Tuhan dari segala Tuhan". Allah adalah lafadz yang mulia dan istimewa dengan nama ini terciptanya lagit dan bumi, diturunkannya kitab-kitab, diutusnya para rasul, terjadinya hari Qiamat, adanya timbangan amal (Mizan), adanya jembatan (Shirat), syurga dan neraka, disanjung dan disembah oleh semua makhluk dan terciptanya segala yang ada.
Allah mempunyai tiga nama :
1. Isim Zat yaitu sebutan zat ketuhanan seperti lafaz "Allah"
2. Isim Sifat yaitu sebutan sifat-sifat Allah
3. Isim Af'al yaitu sebutan segala kelakuan Allah
4. Isim Tanjih yaitu sebutan segala yang mustahil pada Allah
4. Sifat Rahman dan Rahim
Sifat Rahman yang artinya "pengasih dan sifat Rahim yang artinya "penyayang". Al Azrami berkata: "Sifat Rahman untuk semua makhluk dan sifat Rahim khusus untuk orang yang beriman". Sifat Rahman hurufnya ada 5 sedangkan sifat Rahim hurufnya ada 4 ,jadi sifat Rahman lebih luas lingkupnya untuk semua makhluk dari pada sifat Rahim khusus untuk orang yang beriman. Di dalam kaidah tata bahasa Arab "Setiap kata yang hurufnya lebih banyak mempunyai pengertian yang lebih banyak pula dan setiap kata yang sedikit hurufnya mempunyai pengertian yang sedikit pula". Nabi bersabda: "Bahwasannya Isa bin Maryam berkata: "Sifat Rahman adalah untuk di dunia dan akhirat dan sifat Rahim hanya untuk diakhirat saja".
Berdasarkan Hadits diatas Rahman Allah dapat dirasakan dan didapatkan oleh semua manusia baik yang beriman ataupun yang kafir tergantung usaha dan kesungguhan mereka dalam mencapai RahmanNya, tidak menutup kemungkinan orang kafir yang usahanya sungguh-sungguh kehidupannya lebih baik dari pada orang yang beriman yang usahanya kurang giat. Karena Allah tidak menyalahi janji semua makhluk yang ada didunia dapat merasakan dan mendapatkan RahmanNya. Tetapi sifat Rahim Allah hanya untuk orang yang beriman diakhirat tanpa kecuali.
Nabi bersabda: "Rahmat-Ku" (sifat Rahman) mendahulukan murka-Ku". Maksudnya:untuk umat Nabi Muhammad apabila berbuat kesalahan atau dosa tidak langsung disiksa didunia karena ada sifat Rahman Allah berdasarkan Hadits diatas. Allah menunggu umat Nabi Muhammad yang berbuat dosa untuk bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat ,jika mereka tidak bertaubat maka Allah tunda siksanya diakhirat, tetapi dalam Hadits lain ada dosa yang langsung disiksa didunia seperti dosa durhaka kepada orang tua, memutuskan siraturahmi, mengingkari nikmat Tuhan. Lain halnya dengan umat Nabi-Nabi terdahulu apabila mereka berbuat dosa maka Allah langsung menurunkan azab didunia, seperti umat Nabi Nuh yang diturunkan Air Bah karena tidak mau beriman kepada ajaran Nabi Nuh.
Sifat Rahman melahirkan sifat-sifat tertentu lainnya seperti: Ihsan (Bagus), Jud (Kasihan), Bir (Kebaikan), Minnah (Karunia), Ro'fah (kasih sayang), Lathif (Lembut) dan sebagainya. Semua sifat ini lebih khusus dari sifat Rahman dan semua terkandung didalamnya. Sifat Rahman ada kalanya menjadi sifat yang berdiri pada Zat dan ada kalanya menjadi nama Allah yang ada pada zat, seperti didalam (QS.Thoha:5).

Faedah dan Kelebihan Basmalah.

1. "Yang pertama ditulis Qalam adalah Basmalah, maka apabila kamu menulis sesuatu maka tulislah Basmalah pada awalnya karena Basmalah tertulis pada pembukaan tiap-tiap wahyu yang Allah turunkan kepada Jibril".
2. "Basmalah untuk-Mu dan umat-Mu, suruhlah mereka bila memohon sesuatu dengan Basmalah Aku tidak akan meninggalkannya sekejap matapun sejak Basmalah diturunkan kepada Adam". (Hadits Qudsi)
3. "Tatkala Basmalah diturunkan kedunia, maka semua awan berlarian kearah Barat, angin terdiam, air laut bergejolak ombak, mendengarkan seluruh binatang dan terlempar semua syaitan".
4. "Demi Allah dan keagungan-Nya, tidaklah Basmalah itu dibacakan pada orang sakit melainkan menjadi obat untuknya dan tidaklah Basmalah dibacakan diatas sesuatu melainkan Allah beri berkah atasnya".
5. "Barangsiapa yang ingin hidup bahagia dan mati syahid, maka bacalah Basmalah setiap memulai sesuatu".
6. "Jumlah huruf dalam Basmalah, ada 19 huruf dan Malaikat penjaga neraka ada 19" (QS.AL Muddatsir:30). Ibnu Mas'ud berkata: "Siapa yang ingin Allah selamatkan dari 19 malaikat neraka maka bacalah Basmalah 19 kali setiap hari ".
7. "Tiap huruf Basmalah, ada JUNNAH (penjaga / khadam) hingga tiap huruf berkata: "Siapa yang membaca Basmalah maka kamilah kekuatannya dan kamilah kehebatannya".
8. "Tidaklah orang yang memuliakan yang ada dunia ini tertulis Basmalah melainkan Allah telah mengutus malaikat yang meliputi dengan sayapnya dan seorang Wali dari beberapa wali untuk mengangkat derajatnya".
9. "Barangsiapa yang memuliakan tulisan Basmalah niscaya Allah angkat namanya pada syurga yang sangat tinggi dan diampuni segala dosa kedua orang tuanya dengan berkahnya".
10. "Barangsiapa yang membaca Basmalah maka bertasbih segala gunung kepadanya manusia tidak mendengar bacaan tasbihnya".
11. "Allah menurunkan kitab dari langit ke-bumi sebanyak 104 kitab: 60 kitab diturunkan kepada Nabi Tsis, 30 kitab diturunkan kepada Nabi Ibrahim, 10 kitab dan Taurat diturunkan kepada Nabi Musa, Zabur diturunkan kepada Nabi Daud, Injil diturunkan kepada Nabi Isa dan Al Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Semua kitab yang Allah turunkan tersimpul dalam Al Qur'an, Al Qur'an tersimpul dalam surat Al Fatihah, Al Fatihah tersimpul dalam Basmalah, Basmalah tersimpul dalam huruf "Ba"nya yang artinya "Ilshoq / menempel" inti dari segala sesuatu adalah menempel seorang hamba dengan Tuhannya dan huruf Ba' tersimpul dalam titiknya yang maksudnya menurut orang Sufi : "Saya adalah titik zat yang maha ada yang bersumber dari saya tiap-tiap yang ada".

Minggu, Desember 12

Renungan satu suro

Cukup menghentakkan kesadaran kita terhadap TUHAN dengan tanpa tedeng aling-aling, bahwa ALLAH ternyata SANGAT DEKAT, INI, dan DISINI, maka mau tidak mau kita harus pula melangkah kebagian berikutnya, yaitu bagaimana agar kita bisa memecah gelombang kebingungan umat tentang TUHAN yang telah dirasakan sejak seribu tahun yang lalu sampai dengan sekarang ini. Dengan harapan agar gelombang kebingungan yang telah begitu dahsyat melanda umat Islam selama ini bisa dipecah menjadi riak-riak kecil yang lebih disebabkan hanya oleh ketidakmengertian kolektif kita saja lagi, daripada keadaan sebelumnya yang nyaris kepada kebuntuan total kita dalam memahami INI, ALLAH.

Gelombang raksasa kebingungan umat ini apalagi kalau bukan akibat dari drama yang dirangkai oleh pendahulu-pendahulu kita yang katanya ahli tentang kema’rifatan disatu pihak dan ahli tentang anti-kema’rifatan dipihak lainnya. Penggolongan seperti ini sebenarnya kurang tepat, karena pihak yang anti-kemakrifatan pun sebenarnya mereka berma’rifat juga. Tapi penggolongan ini hanyalah untuk memudahkan kita saja untuk memandangnya. Karena pada kenyataannya memang ada dua kutub yang berbeda dalam memahami masalah-masalah ketuhanan ini di dalam agama Islam.

Pihak pertama, ahli kema’rifatan, diwakili oleh beberapa nama yang sangat kondang, diantaranya adalah: Bayazid Al Bustami, Zun Nun, Ibnu Arabi, Al Hallaj, Ibnu Al-Faradh, At-Tusturi, Syech Siti Jenar, to say the least. Belum lagi kalau dimasukkan ahli-ahli ma’rifat yang kemudian dikelompokkan pula sebagai ahli tarekat yang garis pewarisan ilmunya bisa dibagi menjadi 40-an kelompok, misalnya As Syadzali, Abdul Qadir Al Jailani, Syech Naqsabandi, dan sebagainya. Sedangkan pihak kedua, yaitu kelompok yang anti dengan kelompok orang-orang kema’rifatan diwakili oleh sangat banyak orang. Anggap sajalah orang-orang yang dulunya melakukan pemasungan-pemasungang bahkan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap masyarakat umum sebagai tonggak pendiri pemahaman kema’rifatan diatas masuk ke dalam kelompok ini.

Pertentangan antara dua kutub ketuhanan ini disebabkan oleh ungkapan-ungkapan sang ahli-hali ma’rifat itu yang konon kabarnya aneh-aneh menurut ahli anti-makrifat. Misalnya saja ada ungkapan-ungkapan:

Maha Suci yang menampakkan sifat kemanusiaannya,

Kami rahasiakan sifat ketuhanannya yang cemerlang,

Kemudian Ia menampakkan diri pada mahluknya,

Dalam bentuk orang yang sedang makan dan minum,

Hingga mahluknya dapat menentukannya, seperti

jarak antara kedipan mata dengan kedipan yang lain.

Siapakah dia ? Dialah Rabbu Al-Arbab

yang tergambar dalam seluruh bentuk pada

hamba-Nya, Fulan. (Al Hallaj)

Tidaklah aku shalat kepada selainku,

dan tidaklah shalatku kepada selainku

ketika menunaikan dalam setiap raka'atku.( Ibnu Al-Faradh)

Akulah yang dicintai dan yang mencintai,

tidak ada selainnya.( At-Tusturi)

Dan ungkapan-ungkapan umum lainnya yang lebih angker, yaitu:

Yang ADA adalah AKU, Laa ilaha illa ANA…!.

Yang Maha Suci adalah AKU, Subhani…!.

Akulah Sang Kebenaran Tertinggi, ANA AL HAQ…!.

Akibat dari ungkapan-ungkapan beliau-beliau seperti di atas itu, maka menurut sejarah yang sampai kepada kita, telah menimbulkan tuduhan-tuduhan yang membahana bahwa Beliau, misalnya Al Hallaj dan Syech Siti Jenar, telah tersesat. Kesesatan mereka adalah karena pihak penentang Beliau mencoba menyimpulkan ungkapan-ungkapan mereka tersebut sebagai pengakuan sebagai Tuhan, atau bersatunya mereka dengan Tuhan. Lalu kemudian, lahirlah berbagai konsep yang coba dilekatkan pula kepada pemahaman-pemahaman yang sejenis dengan itu, misalnya:

HULUL,

AL ITTIHAD,

EMANASI,

WIHDATUL WUJUD,

MANUNGGALING KAWOLU LAN GUSTI (MKG).

Dimana dari beberapa bahan bacaan yang saya dapatkan, sebenarnya semua konsep-konsep seperti ini muaranya adalah:

Adanya DUA yang (INGIN atau DENGAN SENDIRINYA) menjadi SATU…!!!.

Caranya dua menjadi satu ini, bisa macam-macam, diantaranya yang sangat populer adalah:

Dimana salah satu dari yang dua, biasanya yang satu pertama adalah manusia, ingin bersatu atau merasa bersatu dengan Satu yang kedua, yaitu Tuhan. Hal ini terjadi karena mereka tidak dapat lagi membedakan mana yang Tuhan, dan mana yang diri mereka sendiri. Suasana dua menjadi satu ini mirip sekali dengan bersatunya merica dan jagung menjadi bentuk baru, perkedel jagung. Akan tapi yang merasa bersatu itu tetap hanya persepsi manusianya itu sendiri.

Suasana seperti ini sangat mudah terjadi pada siapa pun yang berhasil mengolah kesadarannya baik dengan cara pengolahan alunan gerak nafas, maupun pengolahan aliran fikiran. Beragamakah atau tidak beragamakah seseorang itu, maka suasana seperti ini lumrah sekali terjadi. Misalnya, seseorang yang mencoba membiarkan fikirannya melayang sampai ke batas yang tidak ada lagi persepsi yang bisa mewakilinya, biasanya dia akan dapat mencapai kesadaran bahwa ternyata dirinya sudah tidak ada lagi, yang ada adalah fikiran atau yang mengamati fikiran itu sendiri. Begitu juga bagi orang yang mahir dalam menyadari pergerakan keluar masuk nafasnya akan mengalami hal yang sama.

Bahkan pada orang yang sudah sampai pada tahapan kemahiran atau kesadaran seperti ini, Tuhan pun sepertinya sudah tidak ada lagi. Karena dirinya sendiri sudah menjadi Tuhan itu sendiri. Sehingga ungkapan-ungakapan “Bersatu dengan Tuhan, Manunggaling Kawulo lan Gusti” dan ungkapan-ungkapan-ungkapan sejenis lainnya sangatlah jamak kita dengar. Hampir dalam setiap agama dan praktek kebatinan biasa pun ungkapan seperti ini bisa kita jumpai. Sehingga sampai-sampai seseorang merasa bahwa dia sudah tidak perlu lagi beragama, bersyareat, dan beribadah. Bagaimana mau beribadah, wong dirinya sendiri sudah merasa menjadi Tuhan. Masak Tuhan menyembah dirinya sendiri, kata mereka.

Atau…, dua menjadi satu itu bisa pula dengan kesadaran dimana Satu yang utama, yaitu Tuhan, menyusup atau beremanasi kepada satu yang lainnya. Sehingga manusia yang dianggap kesusupan Tuhan itu dianggap sebagai Tuhan pula. Konsep ketuhanan Yesus bagi umat Nasrani bisa dimasukan ke dalam kategori ini, sehingga Yesus pun kemudian dipuja sebagai Tuhan itu sendiri. Hasilnya adalah bahwa seseorang akan menghormati orang lain ataupun benda-benda yang dianggapnya sebagai kesusupan Tuhan itu sama dengan penghormatannya kepada Tuhan itu sendiri.

Konsep tentang dua ingin menjadi satu, atau bersatunya dua yang berbeda menjadi satu, atau Yang Satu menyusup ke yang satu lainnya, ini sudah berumur sangat panjang sekali. Hampir sepanjang umur peradaban manusia sendiri. Makanya ungkapan-ungkapan berikut ini sangatlah dihindari orang, karena ungkapan ini dianggap orang sebagai ungkapan spiritualis sesat:

Ana Al Haq (Akulah Kebenaran Tertinggi), atau

Laa ilaha illa Ana (Tiada Tuhan Selain Aku), atau

Subhani (Maha Suci Aku), atau

Aku lah Allah, atau

Yang ada adalah Aku (misalnya Syech Siti Jenar), Allah tidak ada, atau

Yang ada adalah Allah, sedangkan Aku (Syech Siti Jenar) tidak ada, dsb.

Ungkapan-ungkapan seperti ini memang sangat membingungkan dan mengagetkan masyarakat umum yang jumlahnya jauh lebih banyak dari orang-orang yang dianggap aneh dan sesat oleh kebanyakan orang itu. Sehingga begitu mendapatkan ungkapan-ungkapan seperti itu baik dalam tulisan ataupun dalam ungkapan dari seseorang, maka cap sesat ataupun cap pengikut aliran konsep MKG ataupun konsep penyatuan hamba dengan Tuhan lainnya dengan cepat melekat pada seseorang itu.

Apalagi ada pula beberapa masukan atau ungkapan yang katanya datang dari orang-orang yang jelas-jelas tidak mendapatkan tempat di masyarakat umum, misalnya:

Dari tokoh JIL:

> Aku masih ingat omongan tokoh JIL .. suatu pagi aku dicerahkan ..

> aku melihat ALLAH ada dimana-mana .. ALLAH ada di setiap Mahluk ..

> ternyata semua itu adalah ALLAH ..

Dari tokoh Spiritual tertentu:

> Dan omongan tokoh spiritual .. ALLAH itulah unsur yang membentuk

> .. semua yang terdiri dari unsur berarti terkandung ALLAH ..

> ALAM yang terdiri dari semua unsur itulah ALLAH

> .. karena semua bagian dari Alam .. maka semua adalah ALLAH ..

> Karena kita sudah sadar adalah ALLAH , bagian dari Tuhan Yang Maha Esa

> .. Tuhan yang Maha Esa yang tanpa simbol, tanpa nama

> .. tidak lagi perlu perantara untuk berhubungan

> .. tidak perlu lagi agama

> .. tidak perlu lagi syareat ..

Sehingga bertambah-tambahlah kekhawatiran orang, bahwa jangan-jangan arah dari artikel INI … juga sama dengan Wihdatul Wujud, jangan-jangan ini juga…MKG, dsb.

Ada apa sebenarnya yang terjadi, dan darimana awal munculnya gelombang raksasa yang membuntukan usaha-usaha pendekatan diri kita dengan Tuhan semesta alam ini, Allah, yang sudah berbilang tahun lamanya …?

Untuk menjawab pertanyaan yang usianya sudah seumur peradaban manusia ini sungguh tidak mudah, terutama kalau kita hanya sebatas menggunakan file logika-logika yang ada di dalam otak kita. Akan tetapi kalaulah kita mau beberapa saat berada dalam posisi sebagi seorang “PENG-IQRAA, PENAFAKUR”, maka letak awal permasalahan dan kerancuannya akan dengan mudah kita kenali. Dan jalan keluarnyapun akan terpampang dengan sangat jelasnya. Mari kita coba kalau tidak percaya.

Langkah pertama…, marilah kita coba untuk menemukan tentang kira-kira ada nggak ya…, ayat Al Qur’an dan Al Hadist yang memfasilitasi untuk bisa munculnya konsep-konsep diatas, terutama kalau kita salah-salah dalam mengambil posisi kesadaran kita dalam memahami maksud dari ayat dan hadist tersebut.

“…dan bukanlah engkau yang membunuh mereka, tetapi Allahlah yang membunuh mereka. Dan tiadalah engkau yang melempar ketika engkau melempar, melainkan Allah-lah yang melempar …”, (Al Anfal 17)”.

Coba kita perhatikan dengan seksama ayat diatas secara perlahan sekali. Perlahan sekali. Jangan pakai pikiran, tapi pakailah “kesadaran atau keimanan”. Dengan berandai-andai, kita masuk ke zaman Rasullah. Ketika kita melihat Rasulullah menebaskan pedang kepada musuh dalam perang “Uhud” lalu kita bertanya kepada Beliau: “Ya Rasulullah, siapakah yang membunuh si Fulan tadi ya Rasulullah….??”.

Atau ketika kita melihat Rasulullah melemparkan anak panah Beliau kepada musuh dalam perang “Badar” lalu kita bertanya kepada Beliau: “Ya Rasulullah, siapakah yang melemparkan anak panah kepada si Fulan tadi ya Rasulullah…??. Kira-kira jawaban Rasulullah bagaimana ya…???.

Berdasarkan ayat tadi diatas, maka saya sangat-sangat yakin bahwa Rasulullah akan menjawab: “Yang sebenarnya, Allah lah yang membunuh si Fulan itu. Yang sebenar-benarnya, Allah lah yang melempar panah itu”. Kalau tidak begini jawaban Beliau, maka berani nggak kita untuk mengatakan bahwa ayat Al Qur’an diatas berarti salah. Lalu berani nggak kita untuk menghapus saja ayat tersebut diatas…?.

Begitu juga al Hadist:

“…Apabila Aku mencintai hambaku, maka Aku merupakan pendengarannya yang ia pergunakan untuk mendengar, Aku merupakan penglihatan yang ia pergunakan untuk melihat, Aku merupakan tangan yang ia pergunakan untuk menyerang dan Aku merupakan kaki yang ia pergunakan untuk berjalan. Seandainya ia memohon kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya, seandainya ia berlindung kepada-Ku, niscaya Aku akan melindunginya. ( HR Bukhari)

Andaikan kita bertanya kepada Rasulullah saat Beliau SEDANG mendengarkan dan melihat sesuatu, atau SEDANG menyerang dan berjalan: “Ya Rasulullah, siapa yang sedang mendengar dan melihat ini sebenarnya ya Rasulullah, siapa yang sedang menyerang dan berjalan ini sebenarnya ya Rasulullah…?”.

Lalu…, karena Beliau adalah seorang kekasih Allah, seorang yang dicintai Allah, maka kira-kira jawaban Beliau itu bagaimana ya…?, dan dimana POSISI kesadaran Beliau saat menjawab pertanyaan itu…?.

Per definisi Al Hadist diatas, maka Rasulullah haruslah menjawab, bahwa sebenarnya Allah lah yang sedang mendengar dan melihat sesuatu itu, bahwa yang sebenarnya Allah lah yang sedang menyerang dan berjalan tersebut. Kalau tidak begitu, maka berarti Al Hadist tersebut gugur sudah, lalu beranikah kita menghapus Al Hadist tersebut…?.

Lalu bagaimana pula dengan ayat berikut ini saat kita membacanya, atau menyampaikannya kepada seseorang:

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (Thaha 14)

Bagaimana kira-kira posisi kesadaran Rasulullah ataupun kesadaran kita saat Beliau atau kita harus membacakan atau menyampaikan ayat 14 surat Thaha ini kepada khalayak ramai. Salah-salah posisinya, malah Rasulullah ataupun kita sendiri yang sedang mengaku jadi Tuhan, sedang menyeru untuk disembah orang. Astagfirullahal ‘adhiem.

Coba :

… Ana Allah,

laa ilaha illa Ana…,

fa’budni…, lidzikri…,

dimana kesemuanya bermuara kepada Aku, Ana ...!.

Lalu bagaimana pula posisi kesadaran kita saat kita melakukan sesuatu, pada saat kita pula sudah mengetahui ayat-ayat Al Qur’an berikut: “…Kullu man 'alaihaa faanin, wa yabqa wajhu rabbika ..., (Al-Rahman:26-27); dan Kullu syai’in haa likun illa wajhahu…, (Al-Qasas: 88.)”.

Inilah, paling tidak, beberapa saja diantara ayat Al Qur’an dan Al Hadist yang perlu kita amati untuk mengurai benang kusut tentang bagaimana pengertian konsep-konsep MGK diatas kalau dibandingkan dengan konsep FANA menurut Al Qur’an dan Al Hadist.

Langkah berikutnya adalah, untuk mengamati kira-kira apakah penyebab munculnya gelombang dahsyat yang menyebabkan kebuntuan umat Islam (khususnya) dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Penyebab yang paling sederhana bisa digolongkan menjadi tiga bagian saja, yaitu:

Pertama, ketidaksamaan tempat berpijak diantara orang-orang yang berbicara tentang sebuah suasana atau kesadaran dengan orang-orang yang hanya berbicara tentang huruf-huruf, kalimat-kalimat dan dalil-dalil.

Kedua, tidak dapatnya kita membedakan mana ungkapan-ungkapan seseorang yang berupa wejangan dan mana yang berupa ungkapan-ungkapan pengakuannya.

Ketiga, memang ada kemungkinan yang sangat besar pula bahwa posisi kesadaran orang-orang yang mengungkapkan “kalimat-kalimat berat” seperti diatas masih berada pada posisi “kesadaran ambang”. Kesadaran yang BELUM LOLOS menjadi sebuah kesadaran FANA yang diinginkan oleh Al Qur’an.

Nah…, sekarang marilah kita kuliti ketiga penyebab diatas agak sekupas dua kupas, sehingga nantinya kita bisa mengaambil manfaatnya dalam kehidupan kita. Saya sendiri juga insya Allah sedang belajar dalam hal ini. Mari…!.

Penyebab pertama, yaitu ketidaksamaan tempat berpijak saat memahami sebuah ayat Al Qur’an atau Al Hadits.

Adanya perbedaan demi perbedaan dalam memahami dan menafsirkan sebuah ayat Al Qur’an ataupun Al Hadist adalah sesuatu yang sangat NISCAYA saja sebenarnya. Makanya di dalam Islam kemudian muncul pula berbagai kitab tafsir yang mana diantara tafsir yang satu mungkin berbeda sangat signifikan dengan tafsir yang lainnya.

Belum lagi kalau dimasukkan pula pengaruh SUASANA, atau KEADAAN yang mengikuti suatu ayat atau Al Hadist, maka tafsir dan uraian seseorang yang berhasil mengecap sebuah suasana kejiwaan atas sebuah ayat Al Qur’an dan Al Hadist tersebut akan membuka lebar pintu bagi sebuah perbedaan bagi orang perorangan, apalagi dengan orang-orang yang belum mendapatkan suasana demi suasana atas ayat tersebut.

Dan perbedaan-perbedaan seperti ini tidak akan pernah berhenti selama kita masih bernafas. Fitrah saja perbedaan yang seperti ini. Karena semuanya sangat tergantung kepada seberapa jauh KEPAHAMAN muncul di dalam diri kita saat kita membaca sebuah ayat. Kepahaman seorang profesor pastilah sangat berbeda dengan kepahaman seorang anak TK. Padahal tidak semua orang bisa menjadi seorang profesor, dan tidak semua orang pula yang mau tetap bertahan menjadi seorang anak TK. Tetap ada lebih dan kurangnya.

Kekeliruan umum yang terjadi adalah bahwa saat kita menyampaikan suatu ayat atau al hadist yang dasarnya hanyalah dari pemahaman kita saja, baik berdasarkan bacaan maupun hasil sekolah atau kuliah kita selama ini, kita lalu ingin pula agar orang lain itu mau ikut dan setuju dengan pemahaman yang kita sampaikan. Kalau mereka menolak, tidak setuju, atau berbeda pemahaman dengan kita, maka kita lalu marah-marah kepada orang yang tidak setuju dan tidak mau ikut dengan pemahaman kita itu. Atau sebaliknya kalau orang lain itu malah manut-manut saja dengan apa-apa yang kita sampaikan, baik dia mengerti ataupun tidak, maka kita lalu bisa merasa bangga dan menganggap mereka itu sebagai teman kita, kelompok kita.

Masalahnya pun akan bertambah besar tatkala pemahaman yang kita sampaikan itu hanya sekelas pemahaman seorang sastrawan dan ahli sejarah saja tentang ayat Al Qur’an dan Al Hadist tersebut. Apalagi kalau muatan yang disampaikan itu hanyalah muatan pemahaman seorang anak SD terhadap seorang doktor atau profesor. Bakalan rame..!. Rame sekali dan lucu malah.

Jadi penyebab kebuntuan pemahaman agama yang berdasarkan atas beda tempat berpijak ini sangatlah biasa. Jadi kita tidak usahlah memperdebatkannya sedikitpun. Kita tinggal tentukan dimana posisi pemahaman kita masing-masing akan kita tempatkan, lalu kita lengketkan kesadaran kita (binding) dengan posisi itu, dan kemudian kita nikmati saja senang ataupun susahnya posisi pemahaman kita itu.

Dan pada semua posisi pemahaman itu ada resikonya yang akan kita pikul masing-masing. Enak atau tidak enak…, harus kita ambil masing-masing kita. Dan selalu saja terbuka pintu atau peluang-peluang untuk mengambil resiko yang lebih baik ataupun yang lebih jelek. Terbuka sekali...!.

Cuma masalahnya adalah, siapa sih yang mau kecebur untuk mengambil resiko yang jelek, tidak enak, tersiksa dan resiko-resiko menyakitkan lainnya, sementara di depan kita telah yang menganga lebar pintu-pintu agar kita bisa mendapatkan resiko enak, nikmat, dan membahagiakan di setiap tarikan nafas kita…??!.

Penyebab kedua, yaitu tidak dapatnya kita membedakan mana ungkapan-ungkapan seseorang yang berupa wejangan dan mana ungkapan-ungkapan yang berupa pengakuannya.

Kadang-kadang, atau terlalu sering malah, kita ini rancu atau tidak dapat membedakan antara mana ungkapan seseorang yang berupa wejangan atau pengajaran dan mana ungkapan yang berupa pengakuan atau klaim atas dirinya sendiri. Saat seseorang menyampaikan wejangan atau menyampaikan pengajarannya, tapi malah kita anggap orang tersebut sedang mengucapkan klaim atau pengakuannya sendiri. Begitu juga sebaliknya, saat dia menyampaikan klaim atau pengakuan atas kelebihan dirinya sendiri, eee…malah kita anggap dia itu sedang menyampaikan wejangan ataupun pengajarannya kepada kita.

Kekeliruan-kekeliruan seperti ini bisa fatal akibatnya. Misalnya adalah, dalam sebuah wejangan atau pengajaran, ada seseorang yang datang terlambat atau ada orang yang tidak memahaminya dan mungkin pula dia munafik yang ikutan mendengarkan atau membaca wejangan dan afirmasi-afirmasi berikut:

"Setelah kita menyadari Sang INI, ALLAH, DISINI, DEKAT, QARIB, lalu kita, tinggal diam saja. Kita tinggal menunggu Sang INI, Allah, mengajari kita langkah demi langkah tentang hal-hal yang tidak atau belum kita pahami, mari…:

Biarkanlah Sang INI, ALLAH, MENGAKU kepada kita:

INI adalah AKU…!.

AKU…!. AKU…!. ANA…!, ANA…!

Yang ADA adalah AKU, Laa ilaha illa ANA…!.

Yang Maha Suci adalah AKU, Subhani…!.

Yang Maha Besar adalah AmenyemKU, ANA akbaru ‘ala kulli syaiin…!!.

Biarkanlah Sang INI, ALLAH, mengenalkan DIRINYA sendiri selangkah demi selangkah kepada kita:

Ini AKU…!. Ini AKU…!. TUHAN…!.

Saat kalian datang kepada-Ku sejengkal, AKU akan menyambutmu sedepa,

Saat kalian memangil-manggil ku dengan berjalan, AKU akan menyambutmu sambil berlari.

AKU lebih cepat menyambut panggilan-panggilan dan do’a-do’a mu itu dari yang kau kira. "

Nah…, bagi kita yang tidak dapat memahami bahwa ungkapan-ungkapan ini adalah wejangan atau pengajaran guru pembimbing kita untuk mengajak kita menyadari dan “membaca” pengajaran-pengajaran Tuhan, maka kemudian kita lalu bereaksi dan keluar dengan kesimpulan kita sendiri: “Laaa…, ini kan Manunggaling Kawolu lan Gusti (MKG)…, inikan sama dengan HULUL…, inikan ITTIHAD…, dan perkiraan-perkiraan kita lainnya…”.

Tuduhan-tuduhan seperti ini terjadi lebih sering disebabkan oleh karena kita tidak punya file sedikitpun di dalam otak kita tentang afirmasi-afirmasi seperti diatas. Sehingga kita lalu dengan gagah berani membuat kesimpulan sendiri sesuai dengan file seadanya yang tersedia di dalam otak kita.

Padahal bagi kita yang sudah paham, maka kita tinggal mengikuti saja afirmasi-afirmasi guru pembimbing kita itu untuk kemudian masuk dari satu kesadaran ke kesadaran berikutnya. Karena memang saat itu kita tengah diajak langkah demi langkah untuk menaikkan kesadaran kita kepada Dzat Yang Maha Hidup, Yang Maha Merespons, maka afirmasi-afirmasi tersebut PASTI akan membawa pengaruh kejiwaan yang sangat besar bagi kita. Dahsyat sekali malah. Karena saat itu jiwa kita tengah disadarkan terhadap Dzat Yang Memang Maha Dahsyat.

Akan tetapi, kalau tidak ada pengaruhnya atau bekasnya sama sekali pada jiwa kita, pada dada kita, saat kita menyebut kalimat, misalnya, Allahu Akbar, maka dapat dikatakan pada saat itu jiwa kita tengah mati, dada kita telah membatu. Itu saja kok keterangan tentang wejangan…. Kok repot …!.

Ungkapan-ungkapan seperti diatas barulah akan menjadi masalah besar saat mana tiba-tiba seseorang berdiri di hadapan khalayak ramai dan berseru dengan gagah berani, ataupun tiba-tiba menulis:

INI adalah AKU…!.

AKU…!. AKU…!. ANA…!, ANA…!

Yang ADA adalah AKU, Laa ilaha illa ANA…!.

Yang Maha Suci adalah AKU, Subhani…!.

Yang Maha Besar adalah AmenyemKU, ANA akbaru ‘ala kulli syaiin…!!.

Tanpa ba-bi-bu, orang tersebut kemudian berseru ataupun menulis:

Ini AKU…!. Ini AKU…!. TUHAN …!.

Saat kalian datang kepada-Ku sejengkal, AKU akan menyambutmu sedepa,Saat kalian memangil-manggil ku dengan berjalan, AKU akan menyambutmu sambil berlari.

AKU lebih cepat menyambut panggilan-panggilan dan do’a-do’a mu itu dari yang kau kira.

Dalam hal ini, penyebabnya hanya ada dua kemungkinan, yaitu orang ini adalah gila dan ngelindur, atau orang ini tengah berada dalam suasana “kesadaran ambang” yang memang sangat sering terjadi pada orang-orang yang mencoba berspiritual tapi dengan objek fikir yang nggak jelas. Hal ini akan dikupas dalam sub-bab penyebab ketiga berikut dibawah ini.

Penyebab ketiga, orang yang berada dalam posisi “Kesadaran Ambang” dalam berspiritual.

Pada saat kita berada di posisi kesadaran ambang ini dalam berspiritual, kita memang lebih sering melahirkan ungkapan yang aneh-aneh, mengejutkan, dan bahkan kadangkala tidak terkontrol. Karena dalam proses perjalanan laku spiritual yang banyak beredar ditengah-tengah masyarakat, orang-orang mencoba memperjalankan kesadarannya dengan sengaja ataupun tidak kepada sesuatu yang ada di dalam dirinya ataupun yang ada di luar dirinya sendiri. Bahkan kita bisa pula mencoba membiarkan pikiran kita berkelana sendiri kesana kemari sampai akhirnya fikiran itu berhenti dengan sendirinya karena memang tidak ada lagi file-file fikiran yang bisa kita dikeluarkan dari memori fikiran kita.

Proses perubahan kesadaran demi kesadaran ini, dampaknya memang sangat kuat, terutama kepada fisik kita. Tempo-tempo kita bisa dibawa kepada wilayah kegelapan yang amat sangat dan mencekam. Tidak ada apa-apanya disitu. Tempo-tempo kita juga bisa terhempas kepada suasana kebingungan yang amat sangat, karena diri kita juga bisa nggak ada sama sekali. Tempo-tempo kita juga bisa merasakan sedih yang amat sangat, sehinga kita maunya menangis terus. Tempo-tempo juga kita bisa tidak dapat lagi membedakan mana yang diri kita dan mana yang Tuhan. Kita seperti orang yang mabok. Yang dalam istilah orang-orang spiritual disebut sebagai suasana EKSTASIS, atau sedang FANA secara spiritual.

Makanya dalam suasana seperti ini orang bisa saja menjadi patuh sekali dan merasa dekat sekali dengan Tuhan, sehingga dia malah tidak bisa ngapa-ngapain. Atau malah bisa pula menjadi sangat jauh sekali dengan Tuhan. Wong dia sendiri sudah merasa bersatu dengan Tuhan, bahkan dia telah merasa menjadi Tuhan itu sendiri. Sebab yang dia dapatkan adalah sebuah suasana yang nggak ada apa-apanya. Kosong melompong, nggak ada apa-apanya. Dia lalu menyadari bahwa yang adalah hanyalah dirinya sendiri yang mengamati kesemuanya itu.

Sehingga dia lalu mengaku dan berucap ANA Al HAQ, Laa ilaha illa ANA, Subhani, dsb. Aku semuanya….!.

Kita bisa juga seperti ini…?!. Bisa…!. Bisa sekali malah. Setiap orang bisa berada dalam kesadaran seperti ini.

Lalu kalau begitu buat apa spiritualitas itu sebenarnya. Kalau hanya akan membuat kita sombong seperti ini…??.

Yaaa…, hal seperti inilah yang menyebabkan orang-orang kemudian takut untuk masuk kepada kelompok-kelompok spiritual yang banyak macamnya di tengah-tengah masyarakat kita ini. Referensinya ya begitulah…, kalau tidak Al Hallaj, Syech Siti Jenar, atau Ibnu Arabi yang memang telah disamakan dan dicap orang pula sebagai manusia-manusia sesat, atau dengan paranormal-paranormal yang banyak nggak benarnya juga menurut kepatutan umum.

Padahal kalau kita mau membuka kesadaran sedikit saja, tentang mana bisa kita bisa tahu dan yakin akan suasana atau posisi kesadaran seseorang pada suatu saat tertentu…, mungkin kita akan bisa berhati besar dalam setiap perbedaan yang ada. Misalnya siapa yang tahu…, bahwa barangkali saja saat Al Hallaj, Syech Siti Jenar, atau Ibnu Arabi mengungkapkan kalimat-kalimat diatas sebenarnya beliau-beliau itu tengah mewejang dan memberikan pengajaran kepada pengikut-pengikut beliau, dan saat mewejang itu kebetulan didengarkan pula oleh orang munafik yang membenci beliau, sehingga fitnah untuk beliau-beliau itupun muncul dengan dahsyatnya.

Atau siapa pula yang bisa tahu dengan pasti bahwa saat itu beliau-beliau itu memang tengah berada dalam kesadaran ambang, atau bahkan tidak percaya kepada Tuhan, sehingga ungkapan-ungkapan nyeleneh begitu tidak bisa beliau tahan untuk tidak keluar dari mulut beliau…???. Siapa yang tahu pasti…???!. Berani benar kita ini menyalah-nyalahkan orang….!. Kualat nanti baru tahu…, he he he..!.

Sehingga dari ketakutan-ketakutan kita terhadap cerita tertulis atau dongengan dari mulut ke mulut tentang sepak terjang orang-orang yang dianggap sebagai para spiritualis itu. Akhirnya kita lebih banyak menjalankan agama dan kepercayaan kita hanya sebatas kepatuhan saja atas larangan dan suruhan yang diwajibkan oleh syariat agama kepada kita. Walau untuk itu kita harus kehilangan rasa dzauq, atau rasa keindahan dan kenikmatan dalam beragama itu. Kita memang beragama, tapi menapaki hari-hari kita dengan rohani yang KERING. Kelihatan kok ketegangan wajah kita dalam beragam itu…!. Nggak bisa ditutup-tutupi dengan senyuman semanis apapun.

Kalau begitu, bagaimana sih konsep FANA yang dihendaki oleh Al Qur’an agar supaya posisi kesadaran kita saat membaca ayat-ayat Al Qur’an dan al hadist diatas berada pada posisi yang tepat…?.

Sementara referensi kita tentang FANA itu lebih banyak kepada keadaan orang yang asyik masyuk dengan Tuhan, ekstasis, bahkan pingsan, dan sebagainya, seperti yang dialami oleh para ahli spiritual, tasawuf, tarekat, dan kebatinan lainnya. Sehingga FANA model begitulah yang dicari-cari orang saat seseorang tersebut mulai perjalanan spiritualnya.

Saya sendiri juga termasuk didalamnya sekitar 5-6 tahun yang lalu, sebelum ataupun setelah saya mengenal patrap ini diawal-awal, dalam pencarian spiritual saya. Rame, riuh rendah, srudak sini sruduk sana. Dan akhirnya dengan cara yang sungguh sangat sederhana, saya kemudian “diletakkan” ALLAH di tempat yang sangat sederhana pula dalam memahami FANA ini menurut Al Qur’an. Sehingga berspiritual saya pun, alhamdulillah, juga menjadi sangat sederhana. Dan kesederhanaan itu pulalah yang saya coba sharing-kan dengan teman-teman di dunia maya Dzikrullah ini.

FANA MENURUT AL QUR’AN…

Pertama-tama, janganlah kita memandang bahwa Al Qur’an itu merupakan sebuah konsep yang sulit, yang diwariskan Rasulullah buat kita. Tidak mungkinlah Rasulullah meninggalkan beban berat buat kita, yang sulit untuk kita pahami dan lakukan.

Cobalah kita lihat kembali ayat-ayat Al Qur’an dan Al Hadist dibawah ini. Lalu bukalah kesadaran kita untuk sebuah pengertian yang sederhana…:

“…dan bukanlah engkau yang membunuh mereka, tetapi Allahlah yang membunuh mereka. Dan tiadalah engkau yang melempar ketika engkau melempar, melainkan Allah-lah yang melempar …”, (Al Anfal 17).

“…Apabila Aku mencintai hambaku, maka Aku merupakan pendengarannya yang ia pergunakan untuk mendengar, Aku merupakan penglihatan yang ia pergunakan untuk melihat, Aku merupakan tangan yang ia pergunakan untuk menyerang dan Aku merupakan kaki yang ia pergunakan untuk berjalan. Seandainya ia memohon kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya, seandainya ia berlindung kepada-Ku, niscaya Aku akan melindunginya. ( HR Bukhari)

“…Kullu man 'alaihaa faanin, wa yabqa wajhu rabbika ..., (Al-Rahman:26-27); dan Kullu syai’in haa likun illa wajhahu…, (Al-Qasas: 88.)”.

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (Thaha 14)

Tidakkah ayat-ayat dan hadist tersebut diatas mengisyaratkan agar kita ini tidak menjadi sombong dan angkuh…?. Dan ketidaksombongan dan ketidakangkuhan itu hanya dan hanya dapat diwujudkan kalau kita tidak pernah mengakui bahwa semua yang bisa kita lakukan ternyata hanyalah Rahmat Tuhan saja buat kita. Bahwa melihat kita, mendengar kita, bergerak kita, semuanya adalah Fasilitas Tuhan yang diberikan-Nya buat kita tanpa batas yang harus kita manfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia belaka.

Yaa…, ternyata FANA menurut Al Qur’an hanyalah bagaimana caranya agar kita bisa memposisikan diri kita sebagai HAMBA TUHAN yang bersandar kepada TUHAN, dan menyadari pula bahwa kita memakai segala fasilitas TUHAN dalam menjalankan tugas-tugas kita yang juga dari TUHAN untuk memberikan rahmat pula bagi lingkungan di sekitar kita.

Subhanallah, ternyata FANA menurut Al Qur’an itu, paling tidak sebatas apa yang saya pahami, hanyalah agar kita mau memposisikan diri kita dengan SENGAJA sebagai HAMBA TUHAN…..!. Dan…, hamba Tuhan hanya akan Menghadap dan Menyembah LURUS kepada AKU TUHAN, bukan kepada Sifat-Nya, bukan kepada Kekuasaan-Nya, bukan pula kepada Kekuataan-Nya, apalagi kepada ciptaan-Nya, nggak…, nggak boleh melenceng dari Wajah Tuhan.

Dan yang tahu wajah Tuhan hanyalah Tuhan Sendiri, maka bermohonlah dengan sengaja agar Tuhan menunjukkan dan menuntun kita selangkah demi selangkah menghadap LURUS ke Wajah-Nya. Janganlah kita sendiri yang mencari-carinya. Nanti rumit dan ruwet.

Dan Hamba Tuhan yang paling tepat posisinya di hadapan Tuhan, adalah Muhammad Saw. Begitu juga Isa As, Musa As, dan Nabi-nabi As yang lainnya. Dan tugas kita hanyalah minta pertolongan kepada Allah agar posisi kita juga berdekatan (walaupun masih jauh) dengan posisi Beliau-Beliau itu.

Demikianlah uraian saya untuk sedikit mengurai dan memecah gelombang kebuntuan kita tentang kedekatan kita dengan Tuhan hanya gara-gara ada sejarah Al Hallaj, Ibnu Arabi, Syech Siti Jenar, dan lain-lainnya yang dianggap sebagian orang menyimpang dari pakem yang diajarkan oleh Rasulullah. Entahlah…!.

Wallahu a’lam

Rahasia dzikir

Rahasia zikir
Dalam sebuah firmanNya Allah mengingatkan dan menjelaskan, sesungguhnya orang yang berzikir itu mendapat keuntungan. Allah tidak mungkin tidak tidak sengaja memberi penjelasan itu apa lagi bertujuan untuk menipu karena Dia terpelihara dari sifat-sifat keji begitu. JanjiNya adalah tepat dan benar. Sudah tentu orang yang mengingatiNya (berzikir) itu akan mendapat keuntungan dan pahala yang besar, baik di akhirat ataupun di dunia ini.

FirmanNya.......

"Sesungguhnya (wajib) beruntung bagi mereka yang membersihkan (hati) dan (dengan) berzikir menyebut nama Tuhannya (serta) mendirikan Solat." [Al-A'laa 14-15 ]

Bila mengingat pada peringatan itu sudah tentu kita ingin mengetahui apakah keuntungan yang dijanjikan itu. Menjadi fitrah manusia ia mengharapkan penjelasan terhadap sesuatu yang dijanjikan itu serta ingin uraian yang memuaskan sebelum ia cenderung untuk menerimanya. Seperti perihal zikir ini semua manusia ingin mengetahui kedudukan yang sebenarnya. Apakah yang dikatakan keberuntungan itu? Cuma satu menjadi masalah bila mengetahui keberuntungan itu, kadang-kadang manusia dengan tiba-tiba menjadi rajin untuk melakukan sesuatu. Apakah janji itu hanya sebagai pancingan untuk meransang manusia agar rajin mengingat Allah?

Dalam hal ini perlu diingatkan, jangan pula setelah mengetahui keberuntungan yang bakal diperoleh itu, menyebabkan kita menjadi rajin dan mengharap-harapkan kepadanya. Kita menanti-nanti akan keberuntungan itu dengan berzikir. Kalau kita sudah berkelakuan begitu, kita sudah tidak ikhlas lagi dalam beramal. Keadaan itu telah merusakkan tujuan dan juga visi kita beramal (berzikir).

Firman Allah Ta'ala.......

"Dan serulah Ia (Allah) dengan mengikhlaskan agama bagiNya." Al-A'raaf 29

Sebenarnya banyak rahasia ataupun keuntungan yang bakal diperoleh oleh seseorang yang kuat berzikir kepada Allah. Seperti yang telah diterangkan dalam bab yang lalu, keuntungan itu satu realiti yang tidak boleh dipungkiri.

Diantara firmanNya.......

"Ingatlah hanya dengan mengingati Allah, hati menjadi tenteram."

dan lagi.......

"Karena itu ingatlah kepadaKu nescaya Aku ingat kepadamu dan bersyukurlah kamu kepadaKu dan jangan kamu mengingkari nikmatKu."

Al-Baqarah 152

Bagaimanapun dalam bab ini kita tidak menceritakan perihal keberuntungan itu lagi, tetapi dikhususkan untuk membuka rahasia-rahasia yang terdapat dari zikir, di mana rahasia ini semua menjadi idaman dan impian semua manusia. Di sini akan diterangkan mengenai "hakikat" rahasia ataupun rahasia peribadi yang diperoleh oleh seseorang yang berzikir itu. Lebih tepat lagi rahasia-rahasia kerohanian dan juga pembukaan "Sungai Ladunni" oleh seseorang yang telah sampai pada maqom zikir yang sebenarnya.

Dalam bab yang lalu kita telah sama-sama mengetahui serta mempelajari bagaimana zikir itu berperanan menyucikan diri seseorang itu. Dengan pengalaman itu dapat kita mengerti bahwa natijah sesuatu zikir itu bukan sekedar untuk mengawal syariat manusia itu agar betul dan bergerak di atas Tauhid kepada Allah semata-mata. Tetapi ia juga bertujuan untuk mempastikan kita agar senantiasa mengingati dan berikhtiar untuk melekatkan diri kita dengan sifat-sifat yang ada kepada Allah.

Tetapi peranan zikir lebih jauh dari itu. Ia juga merupakan penawar untuk mengobati batin, pembersih batin,mensucikan batin, menggemukan batin dan paling penting membuka "Nur Qalbi" serta menghancurkan ketulan darah kotor yang bergantung/bergayut di ujung jantung, yang dinamakan "Istana Iblis" itu. Itu yang lebih penting.Kuasa yang ada kepada zikir ia bisa menerangi seluruh hati kita dengan Cahaya Allah (Nurrullah). Ini akan terjadi apabila kita sudah memperoleh apa yang dinamakan "Piala" zikir.

Apabila seluruh batin kita sudah diselimuti oleh zikrulah, maka seluruh batin kita akan cerah dan dapat berfungsi dengan baik seperti malam hari diterangi oleh bulan purnama. Orang yang mencecah pada zikir itu akan memperolehi mata batin (Basirun), telinga batin (Sami'un) dan sebagainya lagi

Apabila hati sudah disuluhi dan diterangi oleh cahaya Allah, maka batinnya akan berfungsi dan di kala inilah diri kita dapat mema'rifatkan kepada Allah. Proses pemancaran (wujud) cahaya zikir itu seperti proses pemancaran cahaya matahari yang tertimpa keatas bulan dan memancarkan (refleksi) cahaya yang nyaman, lembut dan romantik ke bumi.

Apabila sampai ke tahap atau maqomm ini maka seseorang ahli zikir itu dapat mengetahui sesuatu yang tidak dapat ditangkap oleh anggota zahir. Misalnya apa yang tidak dapat diketahui oleh mata, dapat ditangkap oleh mata batinnya. Sesuatu yang tidak dapat didengar oleh telinga zahir tapi bisa didengar oleh telinga batin dan begitulah seterusnya.

Keistimewaan mereka yang sudah dapat menguasai hakikat zikir ini menyebabkan dia dapat mendengar dan faham segala gerak-gerik alam, hewan, serangga dan juga desiran daun, kayu, ombak, hembusan angin dan sebagainya. Orang yang menduduki maqom ini juga kadang-kala bercakap-cakap sendiri (padahal dia bercakap dengan isi alam)!

Matanya dapat melihat pada waktu malam atau di kala alam gelap-gelita. Dirinya dapat mengetahui sesuatu yang terjadi meskipun dia berada di alam tidur. Dia juga dapat tujuan tepat mengenai apa- apa yang akan terjadi ke atas dirinya dan dunia dalam sekitar tempoh 40 hari, seperti tarikh kematian dirinya. Pendeknya segala rahasia Allah yang tidak dapat disingkap oleh anggota batin dapat diketahui oleh diri batin.

Keistimewaan ahli zikir yang sampai ke peringkat itu bukan sekedar itu saja, dia juga dapat bertahan lapar, haus dan menahan sakit dan penderitaan-penderitaan zahir yang lain. Tubuh mereka menjadi "kebal" dari rasa sakit dan pedih. Zikir itu sebenarnya menjadi penebal pada tubuh mereka. Karena itulah kita selalu mendengar para Wali Allah itu adakalanya tidak makan bertahun-tahun dan tidak sakit bertahun-tahun. Sebagiannya pula sangat merindui pada kesakitan dan ingin pada kematian.

Seseorang Wali Allah yang telah sampai ke peringkat zikir yang memecahkan rahasia itu bisa hidup untuk beribu tahun tanpa makan dan minum. Kisah ataupun hakikat ini bukan dongengan atau merupakan satu "kampanye/promosi" untuk mendorong kita memiliki ilmu zikir ini, tetapi merupakan satu kenyataan yang disurat-lipatkan dalam Al-Quran.

Mungkin anda pernah mendengar kisah "Pemuda Ashabul Khafi" di dalam Al-Quran, di mana tujuh orang pemuda yang semuanya anak raja tidur selama 309 tahun karena beramal kepada Allah. Mereka adalah Wali Allah,yang merupakan ahli zikir kelas satu (first-class).

Kalau diukur pada logika, mustahil seorang manusia itu dapat tidur selama beratus tahun tanpa makan dan minum, tentu mereka akan mati. Menurut pendapat pakar peng0batan modern (medical specialist), manusia hanya dapat bertahan selama delapan hari saja tanpa makan dan minum, setelah itu dia akan mati .

Tetapi tujuh orang Pemuda Ashabul Khafi" itu bukan delapan hari, tetapi selama 309 tahun mereka berada dalam gua (Khafi), yang pintunya ditutup rapat dan tanpa memakan apa-apa .

Apakah rahasia mereka dapat bertahan dan hidup begitu lama. Apakah yang mereka makan utk meneruskan hayat hidup mereka? Jawabnya tidak lain dan tidak bukan ialah zikir. Mereka berzikir (ingat kepada Allah) dan menjadikan zikir sebagai santapan rohani. Dari kisah itu jelas membuktikan kepada kita, bahwa bila sampai ke satu peringkat, zikir itu bisa mengenyangkan kita. Ia bisa melapangkan dada kita. Caranya bila kita asyik dan

"zauq" (Mabuk Ketuhanan), kita hanya akan ingat Tuhan saja, tanpa yang lain, termasuk melupakan penderitaan zahir seperti lapar, haus, sakit, takut atau bimbang kepada sesama makhluk.

Lagi pun bila kita sudah tidak putus-putus mengingatNya maka Dia juga begitu. Jadi bila Dia sudah ingat kita tak heranlah dengan segala perilaku salah adat itu, seperti tak makan, tak mengantuk, tak lapar dan sebagainya adalah perkara "kacang" saja.

FirmanNya......

"Jika engkau ingat Aku, Aku ingat engkau."

"Dan hanya pada Tuhanlah hendaknya kamu berharap."

Demikian juga dengan apa yang terjadi ke atas Wali-wali dan para Nabi. Kenapa mereka memperoleh kelebihan,keistimewaan dan juga kemuliaan, (karamah hidup) karena mereka benar-benar menguasai "Zikir Ma'rifat". Nabi Ibrahim a.s. walaupun dicampakkan ke dalam api, baginda tidak mengalami apa-apa walaupun seurat bulu roma pun tidak hangus. Apa yg menyebabkan Baginda kebal ialah tak lain dan tak bukan karena dia berzikir (ingat) kepada Allah.

Nabi Nuh a.s. walaupun seluruh kaumnya mati lemas karena bah (banjir) besar, tetapi dia selamat. Apakah rahasia yg menyebabkan dia selamat, jawabnya tidak lain dan tidak bukan ialah karena dia senantiasa berzikir (ingat)akan Allah. Zikir-zikir Nabi Nuh a.s. menyebabkan air tidak masuk ke dalam kapalnya.

Demikianlah hikmah dan juga rahasia zikir terlalu besar sekali bisa menjadikan seseorang itu dikatakan karamah dan punya kelebihan yang jarang dimiliki oleh orang banyak.Kembali kepada kita apakah kita ingin ataupun tidak memiliki segala rahasia itu, tepuk dada tanya selera. Walau bagaimanapun harus diingat, dalam hal ini jangan pula karena mengetahui akan rahasia-rahasia itu maka kita berzikir semata-mata mengharapkan segala kekeramatan itu. Niat begitu sudah salah. Dan yakinlah kalau kita buat dengan memasang niat begitu segala apa yang kita hajati tidak menjadi. Konsep dalam beramal itu tidak boleh gairah dan mengharapkan ganjaran apa-apa.

Lagi pun berzikir dengan mengharapkan sesuatu, jelas amalan itu sudah tidak ikhlas lagi. Amal yang tidak ikhlas tahu sendirilah natijahnya, ia seperti berusaha untuk memerangkap angin dalam sebuah wadah yang berlubang. Sia-sia saja.

Sebaliknya berzikirlah sebagai satu tanggungjawab kita terhadap Allah dalam usaha untuk "Kamil-mukamil" denganNya.

"Kekeramatan atau kemuliaan itu datang tanpa disadari. Yang nampak karamah seseorang itu adalah orang lain yang berada di luar kehidupannya."

Wallah hu ta'ala a'lam.......

Wassalam.

Selasa, Desember 7

Cara mudah meraga sukma

Banyak cara dan tehnik meraga sukma dari mulai dengan mantra, doa, tehnik pernafasan ataupun gabungan dari beberapa tehnik. Berikut saya mau paparkan tehnik meraga sukma yang sebenarnya ini bukan untuk meraga sukma karena ini merupakan salah satu bentuk metode tarekat dalam dzikir istilahnya “dzikrul maut”[mengingat mati]. Di sini saya tidak berbicara tarekat tetapi menggunakan metodenya untuk meraga sukma yang saya rasa sangat mudah, aman dan sederhana, namun manfaatnya sangat besar bagi pemula dalam dunia spiritual. Dalam kasus uji coba yang saya lakukan dengan rekan rekan, bagi seseorang yang termasuk kurang/tidak peka biasanya hanya butuh 4-5 hari untuk bisa meraga sukma dengan metode ini
Caranya adalah sebagai berikut;
1. Rilekkan badan dengan Tidur terlentang dengan kedua tangan lurus disamping badan kita, lidah kita tarik ke atas langit langit mulut
 Tarik nafas baca dalam hati “ LAA ILAHA ILLALLAH” kira kira 10x selanjutnya kita keluarkan nafas kira kira baca “ LAA ILAHA ILLALLAH” 5x selajutnya tarik nafas lagi dan keluarkan perlahan
 Tarik nafas baca dalam hati “ LAA ILAHA ILLALLAH” kira kira 10x selanjutnya kita keluarkan nafas kira kira baca “ LAA ILAHA ILLALLAH” 9x selajutnya tarik nafas lagi dan keluarkan perlahan
 Tarik nafas baca dalam hati “ LAA ILAHA ILLALLAH” kira kira 10x selanjutnya kita keluarkan nafas kira kira baca “ LAA ILAHA ILLALLAH” 1x selajutnya tarik nafas lagi dan keluarkan perlahan
 Tarik nafas baca dalam hati “ LAA ILAHA ILLALLAH” kira kira 10x selanjutnya kita keluarkan nafas kira kira baca “ LAA ILAHA ILLALLAH” 10x selajutnya tarik nafas lagi dan keluarkan perlahan
 Tarik nafas baca dalam hati “ LAA ILAHA ILLALLAH” kira kira 10x selanjutnya kita keluarkan nafas kira kira baca “ LAA ILAHA ILLALLAH” 3x selajutnya tarik nafas lagi dan keluarkan perlahan
 Tarik nafas baca dalam hati “ LAA ILAHA ILLALLAH” kira kira 10x selanjutnya kita keluarkan nafas kira kira baca “ LAA ILAHA ILLALLAH” 2x selajutnya tarik nafas lagi dan keluarkan perlahan
2. Lakukan latihan seperti di atas 10x atau lebih, selanjutnya baca dalam hati “ Allah…Allah..” telinga lahir di pekakkan, dan dengarkan suara “ Allah…Allah…” dalam hati tadi dengan telinga batin, lakukan semampu anda.
3. Jadi tehniknya bukan konsentrasi tapi kita hanya memfokuskan pada dzikir, tidak usah memikirkan nafas ataupun detak jantung. Apabila selama 30 menit belum juga bisa hendaknya hentikan dan kita ulangi lain waktu.
4. Apabila anda ingin meraga sukma tehnik di atas cukup lakukan sekali dan saat “Allah…Allah..” niat dalam hati hendak meraga sukma.
5. Perlu di ingat bagi pemula biasanya saat mau meraga sukma ada rasa takut maka akan sulit melakukan raga sukma, kalau tidak begitu saat sukma sudah keluar dari tubuhnya dan kita bisa melihat tubuh kita sendiri ada rasa takut maka biasanya spontan sukma kita tersedot lagi ke ke tubuh. Jadi intinya hilangkan rasa takut dan ragu ragu.
6. Saat sukma sudah keluar dari tubuh apabila kita hendak pergi kemana jangan coba coba misalnya membuka pintu ataupun lainnya karena tidak akan bisa, jadi kita cukup berkata dalam hati hendak kemana kalo ingin kembali ke tubuh cukup niat.
7. Untuk pemula cukup di alam dunia saja misalnya ke rumah teman atau mengunjungi saudara kita yang jauh, tanpa bimbingan seseorang jangan mencoba menembus alam khodam, ruh ataupun lainnya.
8. Dan jangan lupa sebelum meraga sukma mohon keselamatan terlebih dahulu agar terjaga dari hal hal yang tidak kita inginkan, selamat berlatih dan semoga sukses amin.

by elank cakti asli

Sabtu, Desember 4

MUNAFIK

Saudaraku
Akhlak dan adablah yang membedakan antara orang mu’min dan munafik, sekarang coba kita tengok pada wajah hati kita termasuk yang manakah pribadi kita ini? Adakah kita termasuk yang mentauhidkan atau yang munafik. Segala sesuatu selain Allah adalah fitnah [cobaan] kecuali untuk sesuatu yang kita ambil atau manfaatkan untuk tujuan ibadah. Maka apabila dalam niatan kita dalam mengambil dunia baik maka dunia itu menjadi akhirat. Bukannya islam mengajarkan kita hidup susah tanpa memilki dunia akan tetapi mengajarkan umatnya untuk tidak terikat duniawi sehingga mencegahnya dari taat kepada Allah. Berapa banyak kita lihat seseorang yang di anugarahi kekayaan harta akan tetapi hati mereka tidak terikat olehnya, namun berapa banyak pula mereka yang di beri kesempitan oleh Allah akan tetapi hati mereka terikat duniawi. Ba’du ulama mengatakan Pada prinsipnya cinta dunia bukanlah meninggalkan dunia dari tangan kita akan tetapi meninggalkan hati kita dari keterikatan duniawi [semoga Allah menolong kita]. Maka janganlah setiap nikmat yang kita dapatkan kosong dari syukur kepada Allah. Para ulama sepakat bahwa untuk mengikat dunia hendaklah kita ikat dengan syukur kepadanya.
Syukur kepada Allah bisa berupa pujian misalnya dengan mengucapkan hamdalah atau dengan sujud syukur akan tetapi lebih dari semua itu adalah dengan mengaplikasikannya secara real dalam kehidupan sehari hari, misalnya kenikmatan yang telah Allah berikan kepada kita, kita gunakan untuk taat serta melapangkan saudara saudara kita yang membutuhkan, ya tentunya sesuai kemampuan yang telah Allah berikan. Sebagian ulama mengatakan setiap sesuatu yang menjadikan kita lalai kepada Allah adalah fitnah yang menjadikan seseorang menjadi cemas, gelisah dan bertambah jauh dari Allah. Perbuatan perbuatan baik yang kita lakukan seperti sholat, puasa dan lainnya akan tetapi kita lalai karena sibuk dengan kenikmatan kenikmatan maka adalah kesialan. Semoga kita di jaga dari hal yang demkian itu. Dalam kitab hidayatul adzkiya’ thoriqil auliya syekh Zainudin al ma’bary matan 172-173 mengatakan “para ahli ma’rifat sudah sepakat menyatakan bahwa sebaik baiknya taat kepada Allah yang Maha Tinggi adalah menjaga keluar masuknya nafas dengan “Allah…Allah…” dengan penuh rasa takut dan harap baik ketika di tengah keramaian ataupun sendiri”.
Saudaraku…
Hati yang lalai menjadikan kita berat dalam menjalankan perintah perintahNYA, karena harapan dan cita cita kita kepada selainNYA. Sehingga dusta dan nifak menghiasi setiap gerak gerik kita. Saat sholat kita mengucapkan “ALLAHU AKBAR” [Allah Maha Besar] kita berdusta karena dalam hati masih ada Tuhan selainNYA, segala sesuatu yang mana kita takut dan berharap kepadanya maka itulah tuhan kita. Maka jadilah hati tidak sesuai dengan lidah, perbuatan tidak sesuai dengan perkataan. Janganlah kita mengetahui ilmu dan hanya puas dengan namanya tanpa ada wujud nyata yang berupa amal. Qs. Ash-Shaff;2-3
“ Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.
Perintah ayat tsb hanya di peruntukkan orang yang beriman [percaya] yang tidak akan berani mengabaikan dan meremehkan satu huruf pun dalam al-Furqon. Jelas sekali amat besar kebencian Allah kepada seseorang yang mengatakan sesuatu yang tidak pernah ia kerjakan [ kecuali ada udzur/alasan untuk kemashalatan] yang di perbolehkan oleh syari’. Sedemikian besarkah kebencian Allah kepada seseorang yang mengatakan sesuatu yang tidak ia kerjakan?? Kadang kita sering melakukan hal demikian baik yang kita sadari maupun tidak kita sadari [semoga Allah mengampuni] yang menjadikan diri kita teramat berat untuk menjalankan ketaatan kepadaNYA. Tidak ada lagi rasa takut dan malu karena nifak telah mapan dalam setiap gerak gerik kita.
Saudaraku …
Tidak ada jalan lain bagi kita kecuali taubat dan istiqomah di dalamnya sehingga Allah SWT menghiasi kita dengan iman, keyakinan dan amanah. Membenarkan atas dasar iman kepadaNYA dan RosulNYA menjadikan sebab turunnya karunia dan anugarah yang sempurna dan tiada batas. Allahumma amin

Rabu, Desember 1

Qs. Al Baqoroh; 45-46

Qs. Al Baqoroh; 45-46
Saudaraku…
Dalam kehidupan sehari hari kita sering di hadapkan kepada banyak persoalan dari yang ringan, sedang maupun yang berat, baik itu masalah yang berhubungan dengan kebutuhan ekonomi, menderita sakit atupun masalah masalah lainnya. Yang kadang memaksa seseorang bertindak irasional, bodoh, konyol, nekat atau apapun istilahnya. Misalnya berbuat nekat seperti menipu, mencuri bahkan merampok, mendatangi tempat tempat tertentu yang di anggap dapat memberikan solusi atau mendatangi sesorang yang di anggap mempunyai kemampuan tertentu yang bisa memberikan jalan keluar baginya. Parahnya lagi bukannya mendapat solusi justru menambah beban atau memperparah masalah yang kita hadapi. Karena minimnya pemahaman agama seseorang bisa berbuat yang tidak masuk akal bahkan boleh dikatakan menyekutukan Tuhan di pandang dari sudut agama.
Kita sebagai seorang muslim seharusnya sadar dan kembali kepada jalan Allah, bukankah Allah lewat firmanNya dalam Qs. Al Baqoroh; 45-46 telah mengajari kita

45. Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', 46. (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
Allah telah memberikan kita isyarat dalam menghadapi menghadapi segala masalah yang sedang kita hadapi “ jadikanlah sabar..” Pemahaman sabar disini bisa dikaji dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu akan tetapi intinya adalah apapun yang dapat menjadikan seseorang untuk tetap taat dan patuh pada Tuhannya itulah sabar. Sabar bisa berupa menjaga sholat fardlu, sholat malam puasa sunnah, menuntut ilmu ataupun lainnya. Dan “ ..dan sholat ..” di sini bisa kita artikan secara harfiah [ sebagai mana kita menjalankannya sehari hari] dan maknawi, secara maknawi sholat bisa di artikan ingat pada Allah [ dirikanlah sholat untuk mengingatku} mengingat bisa berupa dzikir lisan, qolby maupun perbuatan. Menjauhi larangan dan menjalankan perintah Tuhan termasuk dzikir [sholat] selanjutnya janji Allah “..sebagai penolongmu..” disini ada petunjuk bahwa dengan sabar dan sholat Tuhan menjanjikan pertolongan segala masalah yang sedang kita hadapi, yang tentunya bentuk pertolongannya adalah dalam ilmu Allah yang kadang kita tidak dapat merasakan secara langsung. Selanjutnya “ dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang orang yang khusyu’..” khusyu di sini maksudnya adalah taat. Memang secara pribadi bagi saya yang demikian itu sangatlah berat karena keinginan keinginan duniawi untuk pemenuhan nafsu yang menghalangi kita untuk khusyu [semoga Allah menolong kita]
Mungkin selama ini kita berasumsi khusyu adalah sebagaimana halnya yang kita dengar seperti kisah Sayiddina Aly kwj saat beliau terkena anak panah dalam sebuah peperangan melawan kaum kafir, beliau meminta shohabat lainnya untuk mencabut anak panahnya saat beliau mengerjakan sholat, sungguh luar biasa beliau tidak merasakan sama sekali saat anak panah di cabut. Yang demikian itu adalah karena tingkat kekhusyu’an beliau. Namun kita juga pernah mendengar Rosulullah SAW saat sholat memperpanjang sujudnya karena cucu beliau menaiki punggung beliau dan beliau mempercepat sholatnya karena mendengar cucu beliau menangis. Apakah ini berarti Sayiddina Aly lebih khusyu dari Rosulullah Saw, tentunya tidak bukan? Karena Rosulullah Saw adalah pemilik maqom KEHAMBAAN yang paling sempurna dari semua makhluk Allah. Jadi jelaslah bahwa khusyu adalah taat {Quran} sedangkan khusyu yang terjadi pada Sayiddina Aly adalah tingkatan karena ilmu dan pertolongan Allah SWT. Jadi sebagaimana kita orang awam melaksanakan sholat adalah bentuk nyata dari khusyu itu sendiri, sekarang tinggal bagaiman kita meningkatkan kualitas kekhusyu’an kita.
Selanjutnya “ .. orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya” di jelaskan lagi bahwa orang orang yang yakin, yakin akan apa? Yakin akan datangnya kematian dan yakin akan hari kebangkitan dimana seluruh makhluk Allah SWT di mintai pertanggung-jawaban akan amanah yang telah di berikan oleh Allah SWT. Tentunya orang orang yang percaya akan itu benar benar mempersiapkan pribadinya untuk menghadapi apa yang telah di janjikanNya, dengan banyak mengingat kematian menjadikan seseorang menjadi Qona’ah [nrimo,jawa] sehingga menyetujui apapun yang menjadi kehendak Allah. Dengan Qona’ah tidak lagi ada perbuatan perbuatan yang melanggar dari apa yang di larang dan di perintahkanNYA. Semoga Allah selalu memberikan kita pertolongan dan kebaikan yang sempurna. Allhumma amin.

Selasa, November 30

Hati Itu Seperti Raja

(Hujjatul Islam Al-Ghazali)

Hati itu seperti raja, sedangkan badan atau tubuh adalah wilayah kekuasaannya. Kekuatan akal rasional seperti para menterinya, sedangkan sifat-sifat tercela seperti aparat keamanannya.

Hati, sepanjang sepanjang konsisten dengan memberdayakan isyarat dan petunjuk para menterinya dan melaksanakannya dalam birokrasi kerajaan, berarti ia akan konsisten dalam wilayah kekuasaannya.

Tetapi kalau hati dikuasai oleh kesenangan syahwat dan sifat-sifat tercela dengan merusak siyarat akal, berarti itu telah menyimpang dari keadilan.

Atau hati itu seperti sang penunggang kuda yang berburu. Badan adalah tunggangannya. Sifat marah dan kesenangan adalah Anjingnya. Kalau ia bias mengendalikan kuda itu dan meraih buruannya, mengendalikan anjingnya, ia akan sukses dengan buruannya.

Sebaliknya jika kuda itu liar tak terkendali, sedangkan anjingnya tolol, tidak mau mengikuti perintah pemburu, akan berakhir dengan kerusakan dan kegagalan.

Sahabat

Syekh Abul Hasan Asy-Syadzily berkata:

Janganlah engkau bersahabat dengan orang yang mementingkan dirinya atas dirimu, karena hal itu tercela. Dan janganlah bersahabat dengan orang yang mementingkan dirimu dibanding dirinya, karena hal itu tidak langgeng. Bersahabatlah dengan orang yang apa bila menyebut, ia berdzikir kepada Allah. Allah mengganti dengan dzikir itu apabila mendapatkan kekosongan, dan Allah mecukupkan manakala ia mendapatkan penyaksian. Dzikirnya merupakan cahaya hati, dan penyaksiannya adalah kunci keghaiban. Hendaknya, tujuanmu adalah Allah, dan mencintai kematian bersama setiap kaum.

Engkau jangan memperpanjang angan-angan, dan jangan pula menyertai orang yang tidak memiliki sifat seperti itu. Jika engkau mensahabatinya janganlah meratap. Cegahlah pada awal langkah, dan lakukanlah dengan cara yang baik sepanjang bersahabat denganmu.

Bersahabat dengan Allah adalah melalui pengekangan syahwat dan keinginan-keinginan. Seorang hamba tidak akan sampai kepada Allah SWT. sementara pada dirinya masih disertai oleh syahwat dan keinginan-keinginan hasrat nafsunya.

Sabar

Sebagian ulama berkata, sabar itu ada sepuluh macam, yaitu:
Sabar terhadap syahwat perut disebut al-qana’ah, lawannya adalah al-syarah (rakus).
Sabar terhadap syahwat farji, disebut ‘iffah, lawannya adalah al-syabq.
Sabar terhadap musibah, disebut al-shabru, lawannya adalah al-jaza’.
Sabar terhadap kekayaan disebut dhabt al-nafs (pengekangan diri), lawannya adalah al-bathr (penyalahgunaan kenikmatan).
Sabar terhadap pertempuran disebut al-syuja’ (berani), lawannya adalah al-jubun (pengecut).
Sabar dikala marah disebut hilm (penyantun), lawannya adalah al-humq (pemarah).
Sabar dikala menghadapi musibah disebut sa’ah al-shadr (lapang dada), lawannya adalah al-dhajar (pencemas).
Sabar dalam memelihara disebut al-kitman, lawannya adalah al-khurq.
Sabar dari hidup berlebihan disebut al-zuhd, lawannya adalah al-hirsh (tamak, loba)
Sabar dalam mengharapkan sesuatu disebut al-tu’adah (tidak terburu nafsu), lawannya adalah al-thaisy (gegabah)

Tawwakal

Pernah ditanyakan kepada Abu Yazid al-Bisthami, “Apakah tawakkal itu?” Lalu ia balik bertanya, “Kenapa Anda bertanya begitu?” Lalu aku katakan bahwa sahabat-sahabatku mengatakan (soal tawakkal). Kata mereka, “Jika ada binatang buas di sisi kanan dan kirimu, batinmu sedikit pun tak tergoyahkan.” Lalu Abu Yazid berkata, “Iya, itu jelas, tetapi seandainya ahli surga menikmati surganya, dan ahli neraka di neraka mendapatkan siksanya, lalu ada sesuatu pemisahan antara kedua golongan itu dalam hati Anda, berarti Anda telah keluar dari tawakkal.”
(Abu Musa ad-Dubaili)

Awal tahap dalam tawakkal adalah hendaknya Anda sebagai hamba Allah di sisi Allah seperti mayat yang ada di hadapan orang yang hendak memandikannya. Si mayat dibolak balik menurut kemauan orang tersebut, dan si mayat itu tetap tak bergerak sama sekali.
(Sahl bin Abdullah)

Kapan seseorang disebut tawakkal kepada Allah? Demikian sebuah pertanyaan ditujukan kepada Yahya bin Mu’adz. Lalu ia menjawab, “Apabila ia benar-benar ridla kepada Allah Ta’ala sebagai wakilnya.
(Abul Qasim al-Qusyairi)

Ibnu Atha’ pernah ditanya tentang hakikat tawakkal. Jawabnya, “Hendaknya Anda tidak gerah dengan masalah dunia ketika Anda kekurangan, sebaliknya Anda tidak kehilangan hakikat ketenangan kepada Allah ketika Anda mendapatkan dunia.
(Abul Qasim al-Qusyairi)

Ada tiga derajat Tawakkal. Pertama Tawakkal itu sendiri, kedua Taslim, dan ketiga Tafwidl. Orang yang tawakkal merasa tenteram karena janji-Nya. Orang yang Taslim merasa cukup dengan Ilmu-Nya. Sedangkan orang yang Tafwidl merasa ridla dengan aturan jiwa dari-Nya. Tawakkal adalah permulaan, Taslim pertengahan, Tafwidl pangkalnya.

Kebebasan

Kebebasan


Kekebasan berarti sang hamba bebas dari belenggu sesama makhluk; bahwa kekuasaan makhluk tidak berlaku atas dirinya. Kebebasan yang benar, tandanya adalah tersingkirnya bentuk pembedaan dalam jiwanya, sehingga seluruh fenomena duniawi sama di hadapannya. (Abul Qasim al-Qusyairi).

Orang yang datang ke dunia ini dalam keadaan merdeka dan bebas, maka ia pun akan datang ke akhirat dengan bebas pula. (Abu Ali ad-Daqqaq)

“Tahukan Allah itu Maha Penyayang?” tanya seseorang kepada Abu Bakr asy-Syibli, “Tentu. Tetapi karena aku sudah tahu bahwa Allah Maha Penyayang, maka aku tidak pernah memohon kepada-Nya agar menyayangi-Ku. Dan tahap kebebasan sungguh mulia!”. (Abu Bakr asy-Syibli)

Janganlah bersahabat kecuali dengan manusia-manusia yang mulia dan bebas. Sebab ia hanya mendengar, namun tidak banyak bicara.” (Hikmah Sufi)

Engkau tidak akan menvcapai kebebasan sejati selama masih ada sisa-sisa duniawi dalam hakikat ubudiyahmu. (Al-Junaid al-Baghdady).

Tobat dan Istigfar

Imam Ali bin Abi Tholib :
1. Janganlah sekali kali engkau berputus asa dari dosa karena pintu tobat senantiasa terbuka.
2. Meninggalkan dosa lebih mudah daripada bertobat.
3. Tidak ada pemberi syafaat yang lebih berhasil daripada tobat.
4. Pemberi syafaat bagi orang yang berdosa adalah pengakuan akan dosa itu, sedangkan tobatnya adalah memohon ampunan.
5. Jika engkau melakukan suatu perbuatan dosa, maka segeralah menghapusnya dengan bertobat.
6. Banyak orang yang senantiasa berbuat dosa, tetapi dia bertobat di akhir umurnya.
7. Aku sungguh heran terhadap orang yang berputus asa (karena dosanya), padahal masih ada kesempatan bertobat baginya.
8. "Sungguh mengherankan bagi orang yang binasa (celaka), padahal keselamatan itu ada bersamanya." Imam'All a.s. ditanya, "Apa keselamatannya itu, wahai Amirul Mu'minin?" Beliau menjawab, "Istighfar."
9. Istighfar menggugurkan dosa dosa seperti gugurnya dedaunan. Kemudian 'Imam 'Ali a.s. membaca firman Allah Ta'ala: Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia Memohon ampun kepada Allah, niscaya dia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS 4:110).
10. Pernah seseorang di hadapan Imam 'Ali a.s. mengucapkan, "Astaghfirullah (aku memohon ampunan kepada Allah)," maka Imam 'Ali a.s. berkata kepadanya, "Semoga ibumu meratapi kematianmu. Tahukah kamu, apakah istighfar itu? Istighfar adalah derajat orang-orang yang tinggi kedudukannya. la adalah nama yang berlaku pada enam makna.
Pertama, penyesalan yang telah lalu. Kedua, bertekad untuk tidak kembali pada perbuatan dosa itu selamanya. Ketiga, mengembalikan hak orang lain yang telah diambilnya (tanpa hak) sehingga kamu berjumpa dengan Allah dalam keadaan terlepas dari tuntutan seorang pun. Keempat, hendaklah kamu memperhatikan setiap kewajiban atasmu yang sebelumnya telah kamu sia siakan sehingga kamu dapat memenuhi kewajiban itu. Kelima, hendaklah kamu perhatikan daging yang telah turnbuh dari hasil yang haram, lalu kamu kuruskan ia dengan kesedihan sehingga kulit menempel pada tulang, lalu tumbuh di antaranya daging yang baru (dari hasil yang halal). Dan Keenam, bendaklah kamu rasakan badanmu dengan sakitnya ketaatan, sebagaimana kamu telah merasakannya dengan manisnya kemaksiatan. Maka, ketika itulah, kamu layak mengucapkan, 'Astaghfirullah.'
11. Ya Allah, tunjukkanlah kepadaku kebaikan kebaikanku dan bimbinglah aku pada jalan yang lurus. Ya Allah, perlakukanlah aku dengan ampunan Mu, dan janganlah Engkau perlakukan aku dengan keadilan Mu.
12. Ya Allah, sesungguhnya dosa dosaku tidak merugikan Mu, dan curahan rahmat Mu kepadaku tidak mengurangi Mu, maka ampunilah aku apa yang tidak merugikan Mu, dan karuniailah aku apa yang tidak memberikan keuntungan bagi Mu.
13. Ya Allah, curahkanlah waktuku untuk memenuhi tujuan penciptakanku (beribadah), dan janganlah Engkau sibukkan diriku darinya karena sesungguhnya Engkau telah menjamin bagiku dengannya janganlah Engkau tolak aku, padahal aku memohon kepada Mu, dan jangan pula Engkau siksa aku, padahal aku memohon ampun kepada Mu.
14. Wahai orang yang banyak berbuat dosa, sesungguhnya ayahmu (Adam a.s.) dikeluarkan dari surga hanya karena satu dosa.
15. Wangikanlah diri kalian dengan istighfar, janganlah bau busuk dosa mencemari diri kalian.
16. Aku memohon ampunan kepada Allah atas apa yang aku miliki, dan aku menganggap baik apa yang tidak aku miliki.
Ya Allah, ampunilah isyarat lirikan mata, ketergelinciran ucapan, nafsu hati, dan kekeliruan lidah (perkataan).

Mengetahui posisi anda di hadapan Allah

Jika Anda mulai berorientasi serba duniawi, memburu duniawi, itu tandanya Allah sedang menghina Anda.
Jika Anda sedang berorientasi dalam ubudiah, itu tandanya Allah sedang menolong Anda.
Jika Anda sedang sibuk dengan urusan sesama manusia, sampai lupa dengan Allah, itu tandanya Allah sedang berpaling dari diri Anda
Jika Anda dijauhkan dari rintangan-rintangan menuju kepada Allah, sesungguhnya Allah sedang mendidik budi pekerti kehambaan Anda.
Jika Anda bergairah dalam munajat kepada-Nya, itu tandanya Allah sedang Mendekati Anda.
Jika Anda ridla atas ketentuannya, dan Ridla bersama-Nya, itu tandanya Allah Ridla kepada diri Anda.

Jambu klutuk

katanya jambu klutuk bagus di konsumsi ibu hamil
katanya bisa bikin cerdas bayi yg di kandungnya.......
katanya ...

Efek minum berdiri


Saya baru sadar, mengapa Rasulullah melarang ummatnya minum berdiri. Dalam hadist disebutkan "janganlah kamu minum berdiri"

Ini dibuktikan dari segi kesehatan. Air yang masuk dengan cara duduk akan disaring oleh sfringer. Sfringer adalah suatu struktur maskuler (berotot) yang bisa membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup. Setiap air yang kita minum akan disalurkan
pada 'pos-pos' penyaringan yang berada di ginjal. Nah. Jika kita minum berdiri. Air yang kita minum tanpa disaring lagi. Langsung menuju kandung kemih.

Ketika langsung menuju kandung kemih, maka terjadi pengendapan disaluran ureter. Karena banyak limbah-limbah yang menyisa di ureter. Inilah yang bisa menyebabkan penyakit kristal ginjal. Salah satu penyakit ginjal yang berbahaya. Susah kencing itu
penyebabnya.

Cara mengatasinya :
1. biasakan minum duduk.
2. banyak minum air putih.

Sekarang, apakah kita masih mau minum berdiri?                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    

Bola Kehidupan


5 (LIMA) BOLA KEHIDUPAN

Bayangkan hidup sebagai suatu permainan ketangkasan, dimana kita harus
memainkan keseimbangan 5 buah bola yang dilempar ke udara. Bola-bola
tersebut bernama: Pekerjaan,Keluarga, Kesehatan, Teman dan Spirit.

Kita harus menjaga agar ke-5 bola ini seimbang di udara. Kita akan
segera mengerti bahwa ternyata "Pekerjaan" hanyalah sebuah bola karet.
Jika kita menjatuhkannya maka ia akan dapat memantul kembali.

Tetapi empat bola lainnya yaitu: Keluarga,Kesehatan, Teman, dan Spirit,
terbuat dari gelas. Jika kita menjatuhkan salah satunya maka akan dapat
terluka, tertandai, tergores, rusak atau bahkan hancur berkeping-keping.

Dan ingatlah, mereka tidak akan pernah kembali seperti aslinya. Kita
harus memahaminya benar dan berusaha keras untuk menyeimbangkannya.

Bagaimana caranya?

1. Jangan rusak nilai kita dengan membandingkannya dengan nilai orang lain.
Per bedaan yang ada diciptakan untuk membuat masing-masing diri kita
special.

2. Jangan menganggap remeh sesuatu yang dekat dihati kita, melekatlah
padanya seakan-akan IA adalah bagian yang membuat
kita hidup, dimana tanpanya, hidup menjadi kurang berarti.

3. Jangan biarkan hidup kita terpuruk di 'masa lampau' atau dalam mimpi masa
depan.Satu hari hidup pada suatu waktu berarti hidup untuk seluruh waktu
hidupmu.

4. Jangan menyerah ketika masih ada sesuatu yang dapat kita berikan.
Tidak ada yang benar-benar kalah sampai kita berhenti berusaha.

5. Janganlah takut mengakui bahwa diri kita tidaklah sempurna.
Ketidaksempurnaan inilah yang merupakan sulaman benang rapuh untuk
mengikat kita satu sama lain.

6. Jangan takut menghadapi resiko. Anggaplah resiko sebagai kesempatan kita
untuk belajar bagaimana menjadi berani.

7. Jangan berusaha untuk mengunci cinta dalam hidupmu dengan berkata
"tidak mungkin saya temukan". Cara tercepat untuk mendapatkan cinta
adalah dengan memberinya, cara tercepat untuk kehilangan cinta adalah dengan
menggenggamnya sekencang mungkin, dan cara terbaik untuk menjaga agar cinta
tetap tumbuh adalah dengan memberinya 'sayap'.

Met beraktivitas , semoga sukses selalu menyertai kita semua....